Hallo pembaca sekalian, pernah dengar nama-nama obat di atas? Atau malah pernah minum salah satunya? Mengapa dimasukkan dalam satu judul ya, apa ada persamaan? Ya, pengen tahu lebih dalam mari kita kupas lebih dalam.
Rhinos SR, Tremenza dan Actifed merupakan obat yang digunakan untuk rhinitis alergi (di masyarakat dikenal dengan obat flu). Rhinos SR (SR artinya sustained release, pelepasan secara bertahap) merupakan produk buatan Dexa Medica, Tremenza dari Sanbe, sedangkan Actifed dari Glaxo SmitKline.Persamaan dari ketiganya adalah pada komposisinya, berikut perbandingannya:
1. Rhinos SR Isi kandungan Pseudoephedrine HCl 120 mg dan Loratadin 5 mg 2.Tremenza isi kandungan Pseudoephedrine HCl 60 mg dan Triprolidine HCl 2,5 mg 3. Actifed isi kandungan Pseudoephedrine HCl 60 mg Triprolidine HCl 2,5 mg
Tremenza dan Actifed sama persis komposisinya, karena sebenarnya Tremenza meng-copy dari Actifed. Actifed adalah produk originator, tapi patennya sudah habis sehingga bisa diproduksi oleh perusahaan lain. Sanbe pun mengambil peluang ini dengan mengeluarkan Tremenza dengan komposisi yang sama persis dengan originatornya. Tentang Tremenza.
Sedangkan Dexa Medica melakukan modifikasi komposisi, juga modifikasi sediaan. Untuk Dexa Medica, dia lebih kreatif karena sediaan SR memberi keuntungan cukup minum sekali sehari (makanya komposisi di buat 2x lipat). Bentuknya pun unik, jadi dalam kapsul transparan terdapat granul warna-warni yang cantik yang sebenarnya campuran dari kedua zat aktifnya. Tapi konsekuensinya, harganya lebih mahal dibanding yang lain, yaitu sekitar 50.000 (10 buah).
Nasib malang Actifed di Indonesia, si Glaxo sang originator sekarang malah tidak bisa mengeluarkan Actifed dalam bentuk tablet. Dulu pernah ada kejadian Actifed tablet disalahgunakan. Jadi yang ada adalah bentuk sediaan sirup, mungkin pernah dengar iklan-nya, yang ada dalam bentuk sediaan sirup untuk anak-anak.
Jadi, Sanbe sekarang berjaya diantara ketiga produk tadi, dengan menawarkan sediaan tablet dengan harga medium ( harga per stripnya sekitar 13.500).
Selanjutnya, mari kita analisis kandungan tiap bahan:
Pseudoefedrin
Pseudoefedrin masuk dalam kategorisimpatomimetik, yang artinya obat-obat yang kerjanya meniru kerja senyawa neurotransmiter endogen yaitu nor-epinefrin atau epinefrin (keduanya merupakan katekolamin) dalamstimulasi saraf simpatik. Katekolamin dikeluarkan oleh sistem sarat simpatik dan medula adrenal yang terlibat dalam pengaturan sejumlah fungsi fisiologis. Respon fisiologis dan metabolik yang timbul setelah stimulasi saraf simpatik pada mamalia biasanya diperantarai oleh neurotransmiter norepinefrin. Simaptomimetik bekerja mengaktivasi reseptor adrenergik, kerja tersebut menjadi mudah difahami karena berkaitan dengan efek fisiologis katekolamin yang sudah dikenal. Jadi, dapat dikatakan pseudoefedrin adalah agonis reseptor α-adrenergik.
Pseudoefedrin adalah stereoisomer efedrin, perbandingan strukturnya sbb:
Pseudoefedrin (juga fenilpropanolamin, PPA), adalah obat simpatomimetik yang paling lazim digunakan dalam sediaan oral untuk meredakan hidung tersumbat. Pseudoefedrin HCl dapat diperoleh tanpa resep dokter dalam berbagai sediaan padat dan cair. Fenilpropanolamin HCl mempunyai sifat farmakologis yang sama dengan epinefrin dan potensinya hampir sama tetapi menyebabkan sedikit stimulasi SSP. Banyak obat kongesti hidung oral dipasarkan untuk pengobatan kongesti hidung (hidung tersumbat) dan sinus, biasanya selain simpatomimetik juga dikombinasikan dengan reseptor histamin-H1 (misal loratadin, tripolidin).
Pseudoefedrin digunakan sebagai dekongestan nasal untuk pasien rinitis alergi atau rinitis vasomotor dan rinitis akut pada pasien infeksi saluran pernapasan bagian atas. Obat ini mungkin mengurangi resistensi terhadap aliran udara dengan cara mengurangi volume mukosa hidung, hal ini dapat terjadi karena aktivasi reseptor α-adrenergik di pembuluh kapasitans vena di jaringan hidung yang memiliki sifat erektil. Reseptor yang memperantarai efek ini tampaknya merupakan reseptor α-1 adrenergik (lebih selektif, karena kurang mempengaruhi reseptor α-2 yang banyak terlibat pada kontraksi arteriol).
Pseudoefedrin yaitu obat stimulator bagi pembuluh darah dan jantung (mengaktifkan reseptor adrenergik) oleh karena itu sebaiknya dihindari bagipasien yang menderita darah tinggi, juga dengan kelainan jantung tertentu karena berpotensi membuat tekanan darah menjadi tinggi. Pseudoefedrin kurang poten dibandingkan efedrin dalam menimbulkan takikardia,meningkatkan tekanan darah, dan stimulasi SSP. Dekongestan simpatomimetik ini harus digunakan SANGAT HATI-HATI pada pasien hipertensi dan pada pria yang mengalami pembesaran prostat, dan dikontraindikasikan pada pasien yang sedang menggunakan inhibitor MAO.
Tripolidin dan Loratadine
Antihistamin masih menjadi pilihan pertama pengobatan rinitis alergi. Dianjurkan antihistamin generasi kedua seperti cetirizine (cetirizine diHCl), desloratadin, fexofenadin, levocetirizine, atau loratadin. Obat-obatan ini memiliki efek kantuk yang rendah pada dosis anjuran, tidak menimbulkan rasa berdebar-debar dan penggunaannya cukup sekali sehari. Berbeda dengan generasi pertama misal CTM dan difenhidramin yang memiliki efek sedatif (mengantuk) hebat juga menimbulkan rasa berdebar-debar.
Referensi
Goodman and Gilman Edisi 10, EGC Kedokteran, Jakarta
Empey DW, Medder KT. Nasal decongestants.Drugs. 1981 Jun;21(6):438-43.
Roth RP, Cantekin EI, Bluestone CD, Welch RM, Cho YW. Nasal decongestant activity of pseudoephedrine. Ann Otol Rhinol Laryngol. 1977 Mar-Apr;86(2 pt. 1):235-42.
Cole P, Haight JS, Cooper PW, and Kassel EE, 1983, A computed tomographic study od nasal mucosa: effects of vasoactive substances, J. Otolaryngol 12:58-60
Andersson KE and Bende M, 1984, Adrenoceptors in the control of human nasal mucosa blood flow, Ann. Otol. Rhinol. Laryngol 93: 179-182