BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan
terjadi hubungan timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan
itu akan mengakibatkan terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana
pengaruh tingkah lakunya terhadap motivasi belajar siswa. Selama pelajaran
berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku mana yang berpengaruh positif
terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar mana yang memberi kesan
positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat membantu kejelasan
konsep selama ini, metode dan model pembelajaran mana yang tepat untuk
dipakai dalam menyajikan suatu pembelajaran sehingga dapat membantu
mengaktifkan siswa dalam belajar.
Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk
lebih kreatif dalam proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana
belajar yang menyenangkan pada diri siswa yang pada akhirnya meningkatkan
motivasi belajar siswa.
Salah satu alternatif untuk
memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan di atas adalah model
pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan masalah yang
dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model pembelajaran akan
menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya menentukan hasil
belajar. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan,
metode, serta teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru
diharapkan selektif dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran. Dalam
proses belajar mengajar guru harus menguasai prinsip–prinsip belajar mengajar
serta mampu menerapkan dalam proses belajar mengajar. Prinsip – prinsip belajar
mengajar dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk suatu
materi pelajaran tertentu.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang
diangkat dari makalah ini adalah model pembelajaran discovery learning.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Discovery
Learning
Model ini menekankan pentingnya
pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui
keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Wilcox
(Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa didorong untuk belajar
sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk
diri mereka sendiri.
Pengertian discovery learning
menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis
contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari
piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar
di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery
learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan
suatu bentuk akhir.[1]
Menurut Bell (1978) belajar penemuan
adalah belajar yang terjadi sebagia hasil dari siswa memanipulasi, membuat
struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ie menemukan
informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan (conjucture),
merumuskan suatu hipotesis dan menemukan kebenaran dengan menggunakan prose
induktif atau proses dedukatif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pembelajaran penemuan merupakan
salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis
modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar
sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip.
Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan
memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri
mereka sendiri.
Pembelajaran Discovery learning
adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan,
sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery learning, mulai
dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa
sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004) yang
menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata
ditemukan oleh siswa sendiri.
Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning
adalah suatu
model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam
ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga
bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang
dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Bell
(1978) mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan,
yakni sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki
kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan
bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan
digunakan.
b.
Melalui pembelajaran dengan penemuan,
siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit mauun abstrak, juga siswa
banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
c.
Siswa juga belajar merumuskan
strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk
memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
d.
Pembelajaran dengan penemuan
membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi
informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang
menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip
yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam
situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk
aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Dalam
pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi,
strategi-strategi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Strategi Induktif
Strategi
ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian
generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan
sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan
(penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko,
apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya kesimpulan yang ditemukan
dengan strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan “barangkali”
atau “mungkin”.
b. Strategi deduktif
Dalam
matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian.
Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka
metode deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari
konsep matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa sebelumnya,
siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain yang belum ia
ketahui sebelumnya. Sebagai contoh, untuk menentukan rumus luas lingkaran,
siswa dapat diarahkan untuk membagi kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah
sector yang sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk
seperti persegi panjang dan rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui
sebelumnya, siswa akan dapat menemukan bahwa luas lingkaran adalah .
D. Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dahar
(1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan,
yakni sebagai berikut:
a.
Merencanakan pelajaran sedemikian
rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk
diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang
diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah
seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang
aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang
berlawanan.
c.
Guru juga harus memperhatikan cara
penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik.
d. Bila siswa memecahkan masalah di
laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang
pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebuh dahulu
prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan
saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan
balik pada waktu yang tepat.
e.
Menilai hasil belajar merupakan
suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar tujuan belajar
penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan
generalisai-generalisasi itu.
E. Kelemahan dan Kelebihan Model
Pembelajaran Discovery Learning
·
Kelebihan discovery learning
1.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa
untuk memecahkan masalah (problem solving)
2. Dapat meningkatkan motivasi
3. Mendorong keterlibatan
keaktifan siswa
4.
Siswa aktif dalam kegiatan belajar
mengajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil
akhir.
5.
Menimbulakan rasa puas bagi
siswa. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga
minat belajarnya meningkat
6. Siswa akan dapat mentransfer
pengetahuannya keberbagai konteks.
7. Melatih siswa belajar mandiri
`````·
Kekurangan discovery learning
1.
Guru merasa gagal mendeteksi masalah
dan adanya kesalah fahaman antara guru dengan siswa
2.
Menyita waktu banyak. Guru dituntut
mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi
fasilitator, motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Untuk seorang guru
ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru memerlukan waktu yang banyak.
Dan sering kali guru merasa belum puas kalau tidak banyak memberi motivasi dan
membimbing siswa belajar dengan baik.
3. Menyita pekerjaan guru.
4. Tidak semua siswa mampu melakukan
penemuan
5. Tidak berlaku untuk semua topik .
F. Aplikasi Pembelajaran Discovery
Learning di Kelas[3]
a. Tahap Persiapan dalam Aplikasi Model Discovery Learning
Seorang
guru bidang studi, dalam mengaplikasikan metode discovery learning di kelas
harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut
Bruner, yaitu:
a)
Menentukan tujuan pembelajaran.
b)
Melakukan identifikasi karakteristik
siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
c)
Memilih materi pelajaran.
d)
Menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e)
Mengembangkan bahan-bahan belajar
yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari
siswa.
f)
Mengatur topik-topik pelajaran dari
yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap
enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g)
Melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa (Suciati & Prasetya Irawan dalam Budiningsih, 2005:50).
b. Prosedur aplikasi discovery
learning
Adapun
menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas
tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar
secara umum adalah sebagai berikut:
a) Stimulation (stimulasi/pemberian
rangsangan).
Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri (Taba dalam Affan, 1990:198).
Tahap
ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca
atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap ini
berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan
dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan
stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi.
b) Problem statement
(pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah
dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244).
c) Data collection (pengumpulan data).
Ketika
eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).
d) Data processing (pengolahan data).
Menurut
Syah (2004:244) data processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan.
Data
processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi
sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa
akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian
yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e) Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih,
2005:41).
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap
generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran
discovery learning (penemuan) merupakan salah satu model pembelajaran yang
digunakan dalam pendekatan konstruktivisme. Pada pembelajaran penemuan, siswa
didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai
pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.
Pembelajaran
penemuan memliki beberapa kelebihan. Pembelajaran penemuan membangkitkan
keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk terus bekerja hingga menemukan
jawaban. Siswa melalui pembelajaran penemuan mempunyai kesempatan untuk
berlatih menyelesaikan soal, mempertajam berpikir kritis secara mandiri, karena
mereka harus menganalisa dan memanipulasi informasi.
Pembelajaran
penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat menghasilkan
kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat melakukan
penemuan.
B. Saran
Karena
model pembelajaran discovery learning hanya dapat dipakai untuk materi materi
tertentu, maka seorang guru atau seorang calon guru disarankan agar mampu
memilih dan memilah materi mana yang tepat dan cocok yang dapat diterapkan
dalam proses belajar agar tidak menyita waktunya juga tidak hanya melibatkan
beberapa siswa saja, karena model pembelajaran discovery diperlukan keaktifan
seluruh siswa.
Selain itu
alat – alat bantu mengajar (audio visual, dll) haruslah diusahakan oleh
guru atau calon guru yang hendak menerapkan metode ini, tujuannya untuk
memberikan siswa pengalaman langsung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardi-lamadi.blogspot.com/peningkatan-hasil-belajar-matematika
2.
Elvira-yunita-utami.Penerapan
Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran Matematika dalam Usaha
Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Neg 2
Pengasih Kabupatan.Kulon Progo
3.
Ratumanan,
T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran edisi kedua.Unesa University Press.