Senin, September 05, 2016

kecerdasan majemuk multiple inteligence

Goldman (2005) mengemukakan bahwa struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan, terbagi menjadi kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan. kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow) antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan banyak. Bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, jika positif akan mengembangkan penalaran akan tetapi jika diisi dengan aktivitas negatif, misalnya kenakalan atau melamun, inilah yang disebut dengan sia-sia atau mubazir (at tabadziru minasysyaithon). Sebaiknya jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi kecemasan-kelelahan. kondisi ini akan bisa dinetralisir dengan relaksasi melalui penciptaan siuasana kondusif, misalnya keramahan, kelembutan, senyum, tertawa, suasana nyaman dan menyenangkan, atau meditasi keheningan dengan prinsip kepasrahan kepada san pencipta. dengan demikian aktivitas otak kiri semestinya dibarengi dengan aktivitas otak kanan.

Sel saraf, pada otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas, ide, abstrak dan simbolik. Sedangkan sela syaraf otak kanan berkaitan dengan kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri, spesial, musik dan kreatifitas. penting untuk diketahui bahwa kecerdasan intelektual berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20 % sedangkan kecerdasan emosional sebesar 40 %, siswanya sebanyak 40 % dipengaruhi oleh hal lainya.
Ary Ginanjar (2002) dan Jalaludin Rahmat (2006) mengungkapkan kecerdasan ketiga, yaitu kecerdasan spiritual (nurani-keyakinan) atau kecerdasan fitrah yang berkenaan dengan nilai-nilai kehidupan beragama. sebagai orang beragama, kita semestinya berkeyakinan tinggi terhadap kecerdasan ini, bukankah ada ikhtiar dan ada pula taqdir, ada do'a sebagai permintaan dan harapan, dan ibadah lainya. Bukankah ketentraman individu karena keyakiann beragama ini.
Garner (1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda yang bersifat multi dengan akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-Visual, Linguistic-Verbal, Interpersonal-communication, Musical-Rithmic, Natural, Body-Kinestic, Intrapersonal-reflective, Logic-Thinking-Reasoning
.

A. Prinsip-Prinsip Utama Dalam Kecerdasan Majemuk
1.  Setiap orang memiliki delapan kecerdasan.
Setiap orang memiliki kapasitas dalam delapan kecerdasan yang berfungsi bersamaan dengan cara yang berbeda-beda pada setiap orang. Ada yang mempunyai tingkatan sangat tinggi pada semua kecerdasan, ada yang cenderung rendah pada semua tingkatan. Umumnya berada di kedua kutub ekstrim ini, yaitu : sangat berkembang dalam sejumlah kecerdasan, cukup berkembang dalam kecerdasan tertentu, relatif agak terbelakang dalam kecerdasan lain.
2. Pada umumnya orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai tingkat penguasaan memadai.
3. Kecerdasan umumnya bekerja bersamaan (simultan) dengan cara yang kompleks. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri. Kecerdasan selalu berinteraksi satu sama lain. 
4.  Ada banyak cara untuk cerdas dalam setiap kategori
Kecerdasan majemuk menekankan keanekaragaman cara manusia menunjukkan bakatnya, baik dalam kecerdasan tertentu maupun antar kecerdasan.

2. Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan kecerdasan 
1. Faktor Biologis. Faktor keturunan atau genetis, luka atau cedera otak sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
2. Sejarah Hidup Pribadi. Pengalaman dengan orang tua, guru, teman sebaya, kawan-kawan dan orang lain, baik yang membangkitkan maupun yang menghambat pengembangan kecerdasan.
3. Latar Belakang Kultural dan Historis. Waktu dan tempat dilahirkan dan dibesarkan serta sifat dan kondisi perkembangan historis atau kultural di tempat-tempat lain.

3. Syarat Pokok Yang Harus Dipenuhi Setiap Kategori Kecerdasan
1. Ada wilayah primer dalam sistem neorologis yang bekerja dominan untuk satu aspek kecerdasan. Contoh : Verbal - Linguistik di bagian lobus temporal kiri dan depan, Musikal di lobus temporal kanan.
2. Ada komponen inti dari kompetensi atau kecerdasan ini. Contoh : Kinestetis kompetensinya mampu mengontrol gerak tubuh dan mahir mengelola objek, Interpersonal mampu mencerna dan merespon suasana hati dan motivasi lawan bicara.
3. Ada sistem simbol yang khas. Contoh : Verbal - Linguistik menggunakan simbol fonetis, Matematis – Logis menggunakan bahasa komputer, Musikal menggunakan notasi musik, Naturalis menggunakan sistem klasifikasi spesies, dsb.
4. Ada kegiatan budaya tertentu yang merepresentasikan kecerdasan ini. Contoh : budaya bicara dan sastra untuk Verbal - Linguistik, penentuan ilmiah untuk Matematis – Logis.
5. Ada peta perkembangan yang khas dari setiap kecerdasan. Contoh : Musikal bisa berkembang sejak dini dan cenderung menetap sampai tua, Matematis - Logis memuncak pada masa remaja, dsb.
6. Bukti – bukti kondisi akhir terbaik. Contoh : Verbal - Linguistik seorang orator atau sastrawan, Kinestetis seorang atlit legendaris, Naturalis seorang peneliti alam atau ahli biologi, dsb.
7. Ada bukti asal-usul revolusioner. Contoh : Matematis - Logis dengan bukti sistem angka dan kalender, Interpersonal dengan hidup berkelompok karena kebutuhan berburu, Visual - Spasial dengan gambar di gua–gua.
8. Kemampuan spesies lain. Contoh : Matematis – Logis seperti lebah menghitung jarak dengan tarian spasial atau teritorial sejumlah spesies.
9. Faktor historis terhadap keadaan dunia saat ini. Contoh : Kecerdasan Interpersonal dibutuhkan untuk usaha jasa, Kecerdasan Verbal - Linguistik mencirikan bahwa komunikasi lisan dan tulisan penting untuk berbagai bidang kehidupan.

D. Kecerdasan Majemuk

Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk  mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Secara rinci masing-masing kecerdasaan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1.   Kecerdasan matematika-logika
Kecerdasan matematika-logika menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir. Peserta didik dengan kecerdasan matematika-logika tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu.
Ia menyenangi berpikir secara konseptual, misalnya menyusun hipotesis dan mengadakan kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya. Peserta didik semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika. Apabila kurang memahami, mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya tersebut.
Peserta didik ini juga sangat menyukai berbagai permainan yang banyak melibatkan kegiatan berpikir aktif, seperti catur dan bermain teka-teki.
Kecerdasan matematis-logis lazim dijumpai pada ahli matematika, ilmuwan, sarjana, pemburu binatang, penyelidik polisi, pengacara,  akuntan. Adapun deskripsi/ciri yang menonjol diantaranya : suka berpikir abstrak, penjelasan logis, mengerjakan teka-teki, berhitung, komputer, suka pada ketepatan, teratur, langkah demi langkah, menggunakan struktur logis, sangat suka memecahkan masalah, sangat suka bereksperimen secara logis, suka mencatat secara teratur, mencatat sesuatu dengan teratur, mencari pola dari segala sesuatu. Kecerdasan matematis-logis ini memiliki cara mudah dalam belajar, yaitu dengan adanya rangsang dengan kegiatan pemecahan masalah, permainan berhitung/komputer, analisa dan tafsirkan data, gunakan logika, beri eksperimen praktis, gunakan prediksi, padukan organisasi, matematika dan pelajaran lain, memiliki tempat untuk menghimpun semua hal, biarkan segala sesuatu diselesaikan secara bertahap, biarkan segala sesuatu diselesaikan secara bertahap, gunakan berpikir deduktif, gunakan komputer.

2.  Kecerdasan bahasa (verbal-linguistik)
Kecerdasan bahasa menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Peserta didik dengan kecerdasan bahasa yang tinggi umumnya ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan sebagainya.
Peserta didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat, misalnya terhadap nama-nama orang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu bahasa baru, peserta didik ini umumnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya.
Kecerdasan bahasa, lazim dijumpai pada novelis, penyair, penulis iklan, penulis naskah, operator, pemimpin politik, editor, jurnalis, penulis pidato. Adapun deskripsi/ciri yang menonjol, yaitu : sensitif terhadap pola, teratur, sistematis, mampu beragumentasi, suka mendengarkan, membaca, dan menulis, suka drama, puisi, buku, mengeja dengan mudah, suka permainan kata, punya ingatan tajam pada hal-hal sepele, mempunyai kosa kata yang kaya, pembicara publik dan tukang debat andal, fasih dan ekspresif, pandai menjelaskan sesuatu. Kecerdasan tipe bahasa ini, memiliki cara mudah dalam belajar, seperti : bercerita, permainan ingatan nama atau tempat, permainan kosa kata, menggunakan tulisan jurnal, wawancara,  mengerjakan teka-teki, permainan mengeja, buat, edit majalah kelas
debat, diskusi, dan keterampilan MS Word.

3.  Kecerdasan musikal
Kecerdasan musikal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.
Peserta didik jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama yang indah, entah melalui senandung yang dilagukannya sendiri, mendengarkan tape recorder, radio, pertunjukan orkestra, atau alat musik dimainkannya sendiri. Mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik.
Kecerdasan musikal lazim dijumpai pada pemain drama, penggubah lagu, konduktor, penikmat musik, penata rekaman, pembuat instrumen musik, penyelaras piano, budaya tradisional (tanpa bahasa tulis). Adapun deskripsi/ciri yang menonjol, diantaranya : sensitif terhadap nada, irama dan wahana musik, sensitif terhadap kekuatan musik, sensitif terhadap susunan musik rumit, bisa jadi amat spiritual, menyukai bunyi-bunyi dari alam, dan menikmati mendengarkan musik. Cara mudah dalam belajar kecerdasan tipe musikal ini adalah bermain alat musik, belajar lewat lagu, gunakan konser aktif dan pasif, iringi dengan musik, bergabung dengan paduan suara, menulis musik, padukan musik dengan bidang lain, ubah suasana hati dengan musik, mengarang musik di komputer.

4.  Kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan visual-spasial menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Peserta didik ini memiliki kemampuan, misalnya, untuk menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan.
Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai masalah sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan visual-spasial ini. Peserta didik demikian akan unggul, misalnya dalam permainan mencari jejak pada suatu kegiatan di kepramukaan.
Kecerdasan visual-parsial lazim dijumpai pada arsitek, pelukis,  pemahat, navigator, pemain catur, ahli fisika, ahli strategi perang. Adapun deskripsi atau ciri yang menonjol, diantaranya  berpikir dengan gambar,  menggunakan citra mental, menggunakan metafora, indra konfigurasi kuat,  suka seni, menggambar, memahat, mudah baca grafik, peta, diagram arah, mengingat berdasarkan gambar, memiliki indra warna hebat, menggunakan semua indra untuk imajinasi, senang mengamati, kecerdasan visual-spasial tidak selalu muncul bersamaan. Cara mudah dalam belajar orang dengan kecerdasan visual parsial diantaranya dengan menggunakan gambar, diagram, peta, warna, grafik komputer, dengan membuat coretan simbol, memadukan seni dengan mata pelajaran lain, menggunakan peta belajar atau mind map, melakukan visualisasi, menonton atau buat video, meggunakan ekspresi wajah, memindah ruangan untuk mendapat perspektif yang berbeda, dan membuat pengelompokkan.

5.  Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan kinestetik menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.
Hal ini dapat dijumpai pada peserta didik yang unggul pada salah satu cabang olahraga, seperti bulu tangkis, sepakbola, tenis, renang, dan sebagainya, atau bisa pula dijumpai pada peserta didik yang pandai menari, terampil bermain akrobat, atau unggul dalam bermain sulap.
Kecerdasan kinestetik lazim dijumpai pada penari, aktor, atlet, juara olah raga, penemu, ahli mimik/ekspresi, ahli bedah, karateka, pembalap, pekerja luar, montir. Adapun deskripsi atau ciri yang menonjol diantaranya : memiliki daya kontrol yang baik terhadap tubuh dan obyek, “timing” bagus, respons/refleks terlatih terutama terhadap lingkungan fisik, belajar paling efektif dengan bergerak dan melibatkan diri dengan kelompok, suka melakukan olahraga fisik, bermain, tampil bekerja dengan tangan, suka menggunakan manipulasi, gampang mengingat apa yang dilakukan, bermain dengan obyek, resah jika diam/pasif, berpikir mekanis. Cara mudah dalam belajar diantaranya : menggunakan latihan fisik, menggunakan tarian, gerak dan drama, menggunakan manipulasi dalam ilmu alam, matematika, melakukan perubahan tata kelas, memadukan gerak dengan semua mata pelajaran, menggunakan model, mesin, lego, kerajinan tangan, melakukan perjalanan lapangan, melakukan permainan kelas, bertepuk, ketukan kaki, loncat, dsb.

6.  Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya.
Kecerdasan semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial, yang selain kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antar teman, memperoleh simpati dari peserta didik yang lain, dan sebagainya.
Kecerdasan interpersonal lazim dijumpai pada politisi, guru, pemimpin religius, penasehat, psikolog, penjual, manajer, relasi publik, orang yang senang bergaul. Deskripsi atau ciri yang menonjol dari kecerdasan interpersonal ini adalah memiliki kemampuan negosiasi tinggi, mahir berhubungan dengan orang lain, tertarik pada pikiran dan perasaan orang lain, peka terhadap reaksi dan suasanan hati orang lain,  menikmati berada di tengah banyak orang dan kegiatan bersama, punya banyak teman, mampu berkomunikasi dengan baik, suka menengahi pertengkaran, suka bekerja sama, “membaca” situasi sosial dengan baik,  terlibat aktif dalam kegiatan masyarakat. Cara mudah dalam belajarnya diantaranya belajar bersama, beri kesempatan untuk sosialisasi, kegiatan “sharing” (berbagi), meggunakan ketrampilan berhubungan dan komunikasi, permainan percakapan, adakan pesta dan perayaan belajar,  permainan “cari jawaban” dari orang lain, kerja kelompok, ajari orang lain, dan menggunakan sebab akibat.

7.  Kecerdasan intrapersonal  
Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Ia cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Peserta didik semacam ini senang melakukan instropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri. Beberapa diantaranya cenderung menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung, dan berdialog dengan dirinya sendiri.
Lazim dijumpai pada novelis, penasihat, orang tua bijak,  filosof, guru, mistikus, orang dengan kesadaran diri dalam. Deskripsi atau ciri yang menonjol diantaranya adalah sadar diri (kekuatan dan kelemahan), paham betul akan perasaan diri, sensitif terhadap nilai diri,  sensitif terhadap tujuan hidup, memiliki kemampuan intuitif, memiliki motivasi diri (instrinsik), suka menyendiri, senang bekerja terpisah dari orang lain, ingin berbeda dari orang kebanyakan, senang merenungkan dan mengambil kesimpulan dari masa lalu pribadi, menghargai privasi dan ketenangan, kecakapan inti dari kecerdasan ini adalah kemampuan mengakses sisi batiniah diri. Adapun cara mudah dalam belajar adalah dengan melakukan pembicaraan “dari hati ke hati”, melakukan pengembangan diri untuk mendobrak rintangan belajar, melakukan tanya jawab, memberi waktu untuk refleksi, studi mandiri, dengarkan intuisi anda, mendiskusikan, merefleksikan atau metulis apa yang dialami dan dirasakan, membuat catatan harian atau jurnal, kontrol proses belajar diri sendiri, mengajarkan bertanya.

8.  Kecerdasan naturalis
Kecerdasan naturalis menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam, misalnya senang berada di lingkungan alam yang terbuka seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan.
Peserta didik dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi lingkungan alam seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, benda-benda angkasa, dan sebagainya.
Melalui konsepnya mengenai multiple intelligences atau kecerdasan ganda ini gardner mengoreksi keterbatasan cara berpikir yang konvensional mengenai kecerdasan dari tunggal menjadi jamak.
Kecerdasan naturalis lazim dijumpai pada
petani, aktifis green peace, ahli botani dan biologi, ahli lingkungan hidup.
Deskripsi/ciri yang menonjol diantaranya
mampu mengenali unsur alami, ingin hidup selaras dengan alam, punya segudang ide untuk konservasi alam, merasa dekat dengan alam, mampu ‘dekat’ dengan hewan,  sensitif dengan tanda-tanda alam, peka terhadap ciri-ciri gejala alam, aktif dalam kegiatan menjaga lingkungan. Adapun cara mudah dalam belajar, diantaranya belajar di udara terbuka, langsung menggunakan materi alam (tumbuhan, bebatuan, binatang peliharaan), hadirkan harmonisasi dengan unsur alam.

Kecerdasan tidak terbatas pada kecerdasan intelektual yang diukur dengan menggunakan beberapa tes inteligensi yang sempit saja, atau sekadar melihat prestasi yang ditampilkan seorang peserta didik melalui ulangan maupun ujian di sekolah belaka, tetapi  kecerdasan juga menggambarkan kemampuan peserta didik pada bidang seni, spasial, olah-raga, berkomunikasi, dan cinta akan lingkungan.



sumber : http://www.biologimu.com/2016/09/kecerdasan-majemuk-multiple-inteligence.html

Kecerdasan Visual Spasial


A.      Tinjauan Tentang Kecerdasan Visual Spasial
1.             Konsep Kecerdasan
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya  sebagai  salah  satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk  lainnya.  Dengan  kecerdasannya, manusia  dapat  terus menerus mempertahankan  dan meningkatkan  kualitas  hidupnya  yang  semakin  kompleks, melalui  proses  berpikir  dan  belajar  secara  terus  menerus.  Selain  manusia, sesungguhnya  hewan  pun  diberikan  kecerdasan  namun  dalam  kapasitas  yang sangat  terbatas.  Oleh  karena  itu  untuk  mempertahankan  keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah).
David Weschler memberikan  rumusan  tentang  kecerdasan  sebagai  suatu kapasitas umum dari  individu untuk bertindak, berpikir  rasional dan berinteraksi dengan  lingkungan  secara  efektif.[1] Menurut  beberapa  teori,  kecerdasan  atau intelegensi terkait dengan cara individu berbuat, apakah berbuat dengan cara yang cerdas atau kurang cerdas atau  tidak cerdas  sama  sekali. Suatu perbuatan  cerdas ditandai oleh perbuatan yang cepat dan  tepat. Cepat dan  tepat dalam memahami suatu masalah, menarik kesimpulan serta mengambil keputusan atau tindakan.
Dalam mengartikan kecerdasan ini, para ahli mempunyai pengertian  yang  beragam, di antara pengertian kecerdasan itu adalah sebagai berikut: [2]
a.       Inteliegensi atau kecerdasan merupakan kekuatan atau kecerdasan untuk melakukan sesuatu.
b.      Hegenhan dan Olson mengungkapkan pendapat piaget tentang kecerdasan yang di definisikan sebagai “An intelligent act is one cause an approxination to the condition optimal for an organism’s survival. In other word’s, intelligence allows an organism to deal effectively with its environment  pengertian ini menjelaskan bahwa inteligensi merupakan suatu tindakan yang menyebabkan terjadinya perhitungan atas kondisi yang secara optimal sebagai organisme dapat hidup berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Sebagai suatu tindakan, inteligensi selalu cenderung menciptakan kondisi-kondisi yang optimal bagi organisme untuk bertahan hidup dalam kondisi yang ada.
c.       Feldam mendefinisikan kecerdasan sebagai kecerdasan memahami dunia, berpikir secara rasional, dan menggunakan sumber-sumber secara efektif pada saat di hadapkan dengan tantangan. Dalam pengertian ini kecerdasan terkait dengan kecerdasan memahami lingkungan atau alam sekitar, kecerdasan penalaran atau berpikir logis, dan sikap bertahan hidup dengan sarana dan sumber-sumber yang ada.
d.      Henmon mendefinisikan Inteligensi sebagai atau kecerdasan untuk memahami. Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas kecerdasan seseorang untuk bertindak untuk tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif.
Selain itu, untuk lebih memperjelas pengertian inteligensi tersebut, para ahli membagi kecerdasan menjadi beberapa teori kecerdasan, yaitu:[3]
a.                          Teori Uni Factor
Pada tahun 1911, Wilhelm Sterm memperkenalkan suatu teori tentang inteligensi yang di sebut “uni-factor theory”. Teori ini dikenal pula sebagai teori kapasitas umum. Menurut teori ini inteligensi merupakan kapasitas atau kecerdasan umum. Karena itu, cara kerja inteligensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau memecahkan suatu masalah adalah bersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan filosofis ataupun akibat belajar.  Kapasitas umum (general capacity) yang ditimbulkan itu lazim di kemukakan dengan kode “G”.
b.                         Teori Two Factor
Teori ini di kemukakan oleh seorang ahli matematika bernama Charles Spearman (1904). Ia mengajukan sebuah teori inteligensi. Teori Spearman ini dikenal dengan sebutan “Two Kinds of Factor Theory”.ia mengembangkan teori inteligensi berdasarkan suatu faktor mental umum yang di beri kode “g” (general factor) serta faktor spesifik yang di beri kode “s” (specific factor). Faktor “g” mewakili kekuatan mental umum yang berfungsi dalam setiap tingkah laku mental individu, sedangkan faktor “s” menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan.
c.                          Teori “Multi-Factor”
Teori ini dikembangkan oleh Thorndike. Menurut teori ini inteligensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon. Hubungan-hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Ketika seseorang dapat menyebutkan sebuah kata, menghafal sajak, menjumlahkan bilangan, atau melakukan pekerjaan itu berarti bahwa ia dapat melakukan itu karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar atau latihan.
d.                         Teori ‘Primary Mental-Abilities”
Teori ini di kemukakan oleh LL. Thursone  Dia  berpendapat  bahwa inteligensi merupakan penjelmaan dari kecerdasan primer, yaitu (1) Kecerdasan numerical /matematis, (2) Kecerdasan verbal / bahasa, (3) Kecerdasan abstraksi berupa visualisasi atau berpikir,  (4) kecerdasan membuat keputusan baik induktif maupun deduktif,  (5) Kecerdasan mengenal atau mengamati, (6) Kecerdasan mengingat.

e.                          Teori sampling
Untuk menjelaskan tentang inteligensi, Godfery H. Thomson pada tahun 1916 mengajukan sebuah teorinya yang  di sebut teori sampling yang disempurnakan pada tahun 1935 dan 1948. Menurut teori ini inteligensi merupakan berbagai kecerdasan sampel.
Pakar psikologi Howard Gardner membagi kecerdasan menjadi 8 (delapan):[4]
1.         Kecerdasan Visual Spasial, yakni berpikir menggunakan gambar termasuk gambaran mental, peta, grafik dan diagram, menggunakan gerakan untuk membantu pembelajaran.
2.         Kecerdasan Musik, yakni sensitif terhadap mood (suasana hati) dan emosi, menyukai dan mengerti musik.
3.         Kecerdasan linguistik, yakni kecerdasan dalam bidang bahasa.
4.         Kecerdasan Logic/matematik, yakni suka ketepatan, menyukai berpikir abstrak dan terstruktur.
5.         Kecerdasan kinestetik, yakni kecerdasan pengendalian fisik yang sangat baik, ahli dalam pekerjaan tangan, suka menyentuh dan memanipulasi objek.
6.         Kecerdasan interpersonal (simpati dan empati), yakni mudah bergaul, mediator, pintar berkomunikasi.
7.         Kecerdasan intrapersonal, yakni mengerti perasaan sendiri, dapat memotivasi diri, mengerti siapa dirinya, mengerti dan sangat memerhatikan nilai dan etika hidup.
8.         Kecerdasan Naturalis, yakni mencintai lingkungan/alam, mampu menggolongkan objek mengenali, berinteraksi dengan hewan dan tanaman.
Kedelapan  kecerdasan  ini  dapat  saja  seluruhnya  dimiliki  oleh  seorang individu namun berbeda-beda dalam tahap penguasaannya. Selain itu, kecerdasan ini juga tidak muncul secara sendiri-sendiri, namun tercampur dengan kecerdasan lain. Misalnya  untuk  menjadi  seorang  arsitek  maka  selain  kecerdasan  spasial yang berkaitan dengan kecerdasan spasial, diperlukan juga kelenturan gerak tubuh untuk menggambar yang mencerminkan kecerdasan gerak tubuh dan kecerdasan menghitung yang tercermin dalam kecerdasan logika matematika.
Menurut Thurstone  individu memiliki  sejumlah  faktor  kecerdasan yang berkelompok menjadi 7 faktor kecerdasan, yaitu:[5]
1.         Verbal comprehension, kecerdasan untuk memahami hal-hal yang dinyatakan secara verbal atau menggunakan bahasa.
2.         Word  fluency,  kelancaran  dan  kefasihan  menyatakan  buah  fikiran  dengan menggunakan kata-kata.
3.         Number  ability,  kecerdasan  untuk  memahami  dan  memecahkan  masalah-masalah matematis, yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau bilangan-bilangan.
4.         Spatial abilty, kecerdasan untuk memahami ruang.
5.         Memory, kecerdasan untuk mengingat.
6.         Peceptual  ability,  kecerdasan  untuk mengamati  dan memberikan  penafsiran atas hasil pengamatan.
7.         Reasoning, kecerdasan berpikir logis.

2.             Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
Faktor yang dapat mempengaruhi inteligensi, sehingga terdapat perbedaan inteligensi seseorang dengan yang lain.[6]
1)        Pembawaan: Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita.
2)        Kematangan: Tiap organ tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

3)        Pembentukan: Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi  perkembangan inteligensi.
4)        Minat dan pembawaan yang khas: Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
5)        Kebebasan: Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih motede-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah.

3.             Ciri-ciri perbuatan yang cerdas
Carl Witherington, mengemukakan enam ciri dari perbuatan yang cerdas, yaitu:[7]
1.         Memiliki kecerdasan yang cepat dalam bekerja dengan bilangan (facility in the use of numbers)
2.         Efisien dalam berbahasa (language efficiency)
3.         Kecerdasan mengamati dan menarik kesimpulan dari hasil pengamatan yang cukup cepat (speed of preception)
4.         Kecerdasan mengingat yang cukup tepat dan tahan lama (facility in memorizing)
5.         Cepat dalam memahami hubungan (facility in relationship)
6.         Memiliki daya khayal atau imajinasi yang tinggi (Imagination)


a.    Pengertian Kecerdasan Visual Spasial
Kecerdasan visual spasial adalah kecerdasan yang dimiki oleh arsitek, insinyur mesin, seniman, fotografer, pilot, navigator, pemahat dan penemu.[8]
Kecerdasan visual spasial berkaitan dengan kecerdasan menangkap warna, arah,  dan  ruang  secara  akurat. Menurut Piaget & Inhelder menyebutkan bahwa kecerdasan spasial sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi hubungan spasial (kecerdasan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kecerdasan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang), Konservasi jarak (Kecerdasan untuk memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial (kecerdasan untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang)[9]
Kecerdasan Visual adalah kecerdasan untuk merasakan dunia visual secara akurat dan menciptakan kembali berbagai kesan visualnya sendiri. Kecerdasan ini melibatkan kecerdasan untuk mengamati kondisi, warna, bentuk dan tekstur dalam mata pikiran dan memproduksi ulang atau mengubah kesan-kesan ini menjadi berbagai representasi visual aktual seperti bentuk-bentuk seni.[10]
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan visual-spasial  merupakan  kecerdasan  seseorang  memvisualisasikan  ide  dan imajinasinya dalam gambar dan bentuk secara tepat.
Orang yang memiliki kecerdasan visual spasial memiliki kecerdasan untuk melihat dengan tepat gambaran visual disekitar mereka dan memperhatikan rincian kecil yang kebanyakan orang lain tidak memperhatikan. Seseorang dapat mengatakan bahwa mereka memiliki kekuatan persepsi yang besar. Apabila seorang seniman memperhatikan memperhatikan sebuah lukisan, dia dapat memperhatikan perbedaan yang tak kentara dalam cara penggunaan warnadan perubahan dalam sapuan kuas. Apabila seorang fotografer memerika sebuah foto, dia memperhatikan cara arah sinar meningkatkan kejelasan subjek di dalam gambar. Orang-orang yang sangat visual spasial ini juga dapat dengan mudah melihat dunia dalam dan dunia luar dalam tiga dimensi. Krena itu, kecerdasan visual spasial tidak hanya meliputi kecerdasan untuk memhamai informasi
Kecerdasan  visual  spasial  memiliki  manfaat  yang  luar  biasa  dalam kehidupan  manusia.  Hampir  semua  pekerjaan  yang  menghasilkan  karya  nyata memerlukan sentuhan kecerdasan ini. Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman,  lukisan,  rancangan  busana,  pahatan,  bahkan  benda-benda  sehari-sehari yang dipakai manusia pun adalah hasil dari buah kecerdasan visual spasial. Bagi anak-anak,  kecerdasan  visual  spasial  yang  tinggi  mengesankan  kreativitas. Kecerdasan  mencipta  suatu  bentuk,  seperti  bentuk  pesawat  terbang,  rumah, mobil, burung, mengesankan adanya unsur transformasi bentuk yang rumit.  

b.   Bentuk-bentuk kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan  visual  spasial  dapat  distimulasi  melalui  berbagai  program seperti melukis, membentuk  sesuatu dengan plastisin, mengecap, dan menyusun potongan  gambar.  Guru  perlu  menyediakan  berbagai  fasilitas  yang memungkinkan  anak  mengembangkan  daya  imajinasi  mereka,  seperti  alat-alat permainan konstruktif (lego, puzzle, lasie), balok-balok bentuk geometri berbagai warna  dan  ukuran,  peralatan  menggambar,  pewarna,  alat-alat  dekoratif  (kertas warna-warni,  gunting,  lem,  benang)  dan  berbagai  buku  bergambar.  Akan  lebih baik, jika menyediakan beberapa miniatur benda-benda yang disukai anak, seperti mobil-mobilan, pesawat terbang, rumah-rumahan, hewan dan orang-orangan.
Menurut Gardner, Bukti dari riset otak jelas dan membesarkan hati. Sama seperti otak bagian kiri terpilih, dalam perjalanan evolusi, sebagai tempat pemrosesan linguistik pada orang yang tidak kidal, otak bagian kanan terbukti tempat paling penting untuk pemrosesan ruang. Kerusakan di otak kanan bagian belakang menyebabkan kerusakan kecerdasan menemukan jalan ke suatu tempat, mengenali wajah dan pemandangan, atau memperhatikan rincian yang halus.[11]

c.    Komponen kecerdasan visual spasial
Komponen inti kecerdasan visual spasial mencakup kecerdasan untuk merasakan dunia visual secara akurat serta kecerdasan untuk melakukan transormasi pada persepsi awal seseorang.
Adapun ciri-ciri anak yang mempunyai kecerdasan visual spasial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[12]
1.    Sangat senang bermain dengan bentuk dan ruang ( rancang bangun ) seperti puzzle dan balok.
2.    Hafal sekali jalan-jalan yang pernah dilewatinya. Misalnya ia tahu rute perjalanan ke rumah nenek, ke sekolah kakaknya, ke kebun binatang dan sebagainya. Tak jarang ia jadi pemandu pengemudi untuk melewati jalan yang dikenalnya. Ia akan protes bila jalan yang dilewatinya berbeda., walaupun tujuannya untuk menghindari kemacetan.
3.    Tak banyak bicara, melainkan lebih aktif mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan ruang seperti mencorat coret, mewarnai, bermain puzzle, menyusun balok dsb.
4.    Mempunyai kecerdasan memecahkan masalah yang baik. Ia lebih mampu mencari solusinya dibandingkan anak lain karena ia bisa membayangkan apa yang terjadi setelahnya.
5.    Senang membandingkan mana yang lebih pendek, lebih tinggi. lebih besar, lebih jauh dan sebagainya dengan menggunakan alat-alat sederhana yang ditemukannya di rumah atau dengan menggunakan anggota tubuhnya sendiri menjengkal atau melangkah.
6.    Mampu memperkirakan jarak. Jika berlari misalnya ia bisa mengantisipasi diri dengan ruang sehingga tidak menabrak.
7.    Mempunyai perhatian yang tinggi terhadap detail seperti gradasi warna atau ukuran yang berbeda-beda tipis, umpamanya dua benda yang sama persis hanya berbeda beberapa milimeter. 

d.   Manfaat kecerdasan visual spasial bagi anak
Kecerdasan visual-spasial memiliki manfaat  yang luar biasa bagi anak, di antaranya yaitu sebagai berikut: [13]
1.    Anak akan lebih mudah beraktivitas, karena ia mampu mengukur mana yang lebih jauh, lebih kecil, lebih tinggi, dsb.
2.    Memudahkan menentukan arah, menggunakan peta dan melihat obyek dari berbagai sudut.
3.    Menjadi lebih kreatif dan inovatif. Karena ia bisa menciptakan sesuatu berdasarkan kecerdasannya sendiri.
4.    Menjadi mampu melakukan pembenahan tanpa perlu benar-benar mengubahnya. Anak mampu membayangkan bagaimana mengatur rak mainannya.
5.    Anak menjadi mampu menciptakan karya seni.
6.    Memudahkan anak belajar, karena ia umumnya tidak menghafal tetapi menggunakan kecerdasan ingatan visualnya.
Berdasarkan  uraian  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  kecerdasan  visual-spasial sangat penting. Di mana kecerdasan tersebut dapat membantu anak dalam proses  belajar  mengajar  serta  mengenali  lingkungan  sekitarnya.  Misalnya kecerdasan  hubungan  keruangan merupakan  bagian  yang  sangat  penting  dalam belajar matematika, demikian  juga kecerdasan membedakan berbagai huruf dan kata secara visual merupakan bagian yang esensial dalam belajar membaca.

e.    Cara meningkatkan kecerdasan visual-spasial
25 Hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan Visual spasial:[14]
1.        Mainkan Pictionary, tic-tac-toe tiga dimensi, atau permainan berfikir visual lainnya.
2.        Mainkan puzzle, kubus Rubik, rumah sesat, atau teka-teki visual lainnya.
3.        Belilah program peranti lunak untuk desain grafis dan ciptakan rancangan lukisan dan gambar dengan komputer.
4.        Pelajari fotografi dan gunakan kamera untuk merekam kesan visual Anda.
5.        Belilah camcorder dan ciptakan prestasi video.
6.        Tontonlah film dan tayangan televisi dan perhatikan penggunaan, cahaya, gerakan kamera, warna dan unsur sinematik lainya.
7.        Dekorasi ulanglah interior atau taman rumah Anda.
8.        Susunlah perpustakaan gambar dengan mengumpulkan gambar kegemaran Anda dari majalah atau surat kabar.
9.        Pelajari ketrampilan menentukan arah sebagai pedoman melakukan olahraga hiking di alam terbuka.
10.    Pelajari ilmu ukur.
11.    Ikutilah pelajaran melukis, mematung, menggambar, forografi, video, desain grafis, atau seni visual lainnya.
12.    Pelajarinlah bahasa yang berbasis ideografi seperti bahasa Mandarin.
13.    Gunakan model tiga dimensi dari ide yang Anda miliki untuk penemuan atau proyek lain.
14.    Pelajari cara menggunakan dan menginterprestasikan bagan aliran, bagan keputusan, diagram, dan bentuk respresentasi visual lainnya.
15.    Belilah kamus visual dan pelajari cara kerja mesin sederhana dan banda-banda lain.
16.    Jelajahi ruang sekitar dengan menutup kedua mata Anda dan membiarkan seorang teman menuntun Anda melalui rumah atau halaman.
17.    Berlatihlah mencari bentuk gambar dan lukisan pada awan, retakan dinding, atau gejala alami lain maupun gejala buatan manusia.
18.    Kembangkan simbol visual Anda untuk mencatat (gunakan anak panah, lingkaran, binatang, sporal, kode warna, gambar, atau bentuk visual lainnya).
19.    Kunjungi seseorang insinyur mesin, arsitek, seniman, atau desainer untuk melihat bagaimana ia menggunakan kecerdasan spasialnya dalam bekerja.
20.    Luangkan waktu untuk melakukan kegiatan kesenian bersama keluarga atau teman-teman.
21.    Pelajarinlah peta Negara dan kota Anda, denah rumah, dan system perlambangan visual lainnya.
22.    Buatlah stuktur benda Lego, D-stix, heksafleksagon, balok mainan, atau bahan mainan tiga dimensi untuk membentuk bagunan.
23.    Pelajari ilusi optimis (misalnya dalam buku teka-teki, di museum ilmu pengetahuan, melalui permainan ilusi optic, dan sebagainya).
24.    Sewa, pinjam, atau belilah videotape ‘how to’ dalam bidang khusus yang Anda minati.
25.    Gunakan lukisan, foto, dan diagram dalam surat, proyek, dan presentasi.

B.       Hakikat Matematika
1.      Definisi Matematika
Secara istilah dalam menguraikan tentang hakikat matematika banyak di kemukakan beberapa pendapat tokoh dari sudut pandangnya masing-masing. Herman Hudojo mengatakan matematika sering kali dilukiskan sebagai suatu kumpulan sistem matematika yang setiap hari sistem-sistem itu mempunyai struktur tersendiri yang sifatnya bersistem deduktif. Dari uraian di atas secara singkat dapatlah dikatakan bahwa hakikat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika terdiri dari observasi, menebak dan merasa, mengetes hipotesa dan mencari analogi.[15]
Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, matematika adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat dengan simbol yang padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti dari pada bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya.[16]
Sementara itu R. Soedjadi, mengemukakan beberapa definisi atau pengertian mengenai matematika, yaitu:[17]
a)      Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik
b)      Matematika adalah pengetahuan  tentang bilangan dan kalkulasi
c)      Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan
d)     Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk
e)      Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik
f)       Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat
Dari definisi-definisi di atas, kita dapat mengambil sedikit gambaran pengertian matematika itu. Semua definisi dapat diterima, karena matematika dapat ditinjau dari segala sudut dari yang paling sederhana sampai kepada yang kompleks. Akan tetapi dari penjelasan di atas tidak memberikan jawaban yang utuh tentang apa matematika.
Dari beberapa definisi di atas, tidak terdapat definisi tunggal tentang matematika yang telah disepakati, mesti demikian dapat terlihat adanya ciri-ciri khusus dan karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika secara umum.
Menurut R. Soedjadi beberapa karakteristik itu antara lain:[18]
a.       Memiliki obyek abstrak
Dalam matematika obyek dasar yang dipelajari adalah abstrak. Obyek-obyek itu merupakan obyek pikiran, obyek dasar itu meliputi: 1. Fakta, 2. Konsep, 3. Operasi ataupun relasi, 4. Prinsip. Dari obyek dasar itu dapat disusun pola dan struktur matematika.
b.      Bertumpu pada kesepakatan
Dalam matematika kesepakatan merupakan himpunan yang paling penting. Kesepakan yang paling mendasar adalah konsep aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian, sedangkan konsep primitif untuk menghindarkan berputar-puutar dalam mendefisikan.
c.       Berpola pikir deduktif
Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus.

d.      Memiliki simbol yang kosong dari arti
Dalam matematika terlihat banyak sekali simbol yang dipergunakan, baik berupa huruf ataupun bukan berupa huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika misalnya x + y = z belum tentu  bermakna atau berarti bilangan, demikian juga dengan tanda (+) belum tentu berarti operasi tambah untuk dua bilangan. Jadi huruf dan tanda dalam model masih kosong dari arti. Terserah kepada yang memanfaatkan model.

e.       Memperhatikan semesta pembicaraan
Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-tanda dalam matematika, menunjukkan dengan jelas bahwa menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai.
Bila lingkup pembicaraannya bilangan, maka simbol-simbol bilangan, lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan. Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelasaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.
f.       Konsisten dalam semestanya
Dalam matematika terdapat banyak sistem, ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi juga ada sistem yang terlepas satu sama lain. Konsisten juga berarti anti kontradiksi, misal sistem aljabar, sistem-sistem geometri.
Sistem aljabar dan geometri dipandang terlepas satu sama lain, tetapi di dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih "kecil" yang terkait satu sama lain. Disinilah salah satu kekonsistenan dalam sistemnya.

2.      Proses Belajar Mengajar Matematika
Dalam pembelajaran matematika diperlukan sebuah strategi yang tepat dalam menyampaikan materi/pokok bahasan yang diajarkan. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar matematika. Dengan demikian sebelum membahas strategi pembelajaran berikut kita uraikan definisi belajar dan mengajar matematika.
1.         Belajar Matematika
Definisi belajar sebenarnya sangat banyak, sebanyak orang yang mendefinisikannya karena masing-masing orang memaknai belajar dari perspektif yang berbeda. Sehingga dalam hal ini beberapa tokoh berpendapat bahwa pengertian belajar adalah :
a.         Dr. Oemar Hamalik berpendapat bahwa Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is difined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).[19]
b.        Prof. Herman Hudoyo mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang berlaku dalam waktu relatif  lama dan itu disertai usaha orang tersebut[20].
Dari beberapa gambaran definisi di atas peneliti memahami bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan pengertian belajar diatas, maka pada hakikatnya belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku  subyek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah laku tersebut tak dapat dijelasakan atas dasar kecenderungan-kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan temporer.[21]
Selain itu ada beberapa hal unsur-unsur dinamis dalam belajar di antaranya yaitu dinamika siswa dalam belajar. Dalam siswa yang belajar berarti menggunakan kecerdasan  kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap lingkungannya. Ada beberapa yang mempelajari ranah-ranah kejiwaan tersebut, di antaranya yaitu :
a.    Ranah Kognitif  terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut [22]:
1)        Pengetahuan, mencapai kecerdasan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.
2)        Pemahaman, mencakup kecerdasan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.
3)        Penerapan, mencakup kecerdasan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
4)        Analisis, mencakup kecerdasan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami.
5)        Sintesis, mencakup kecerdasan membentuk suatu pola baru.
6)        Evaluasi, mencakup kecerdasan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

b.    Ranah Afektif  terdiri dari lima jenis perilaku sebagai berikut [23]:
1)        Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut.
2)        Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3)        Penilaian, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap.
4)        Organisasi, yang mencakup kecerdasan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup.
5)        Pembentukan pola hidup, yang mencakup kecerdasan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.
c.    Ranah Psikomotor  terdiri dari  tujuh  jenis perilaku  sebagai berikut [24]:
1)        Persepsi, yang mencakup kecerdasan memilah–milahkan (mendiskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan khas tersebut.
2)        Kesiapan, yang mencakup kecerdasan menempatkan diri dalam keadaan di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
3)        Gerakan terbimbing, mencakup kecerdasan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan.
4)        Gerakan yang terbiasa, mencakup kecerdasan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.
5)        Gerakan kompleks, mencakup kecerdasan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar dan efisien.
6)        Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kecerdasan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.
7)        Kreativitas, mencakup kecerdasan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri.
Jadi yang dimaksud dengan belajar matematika adalah belajar untuk memahami dan memecahkan masalah yang berkaitan konsep, prinsip, dan fakta matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2.         Mengajar Matematika
Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar Adapun pengertian mengajar juga banyak ahli yang memberi pemaknaan berbeda namun pada hakekatnya sama.
Dr. Moh Uzer Usman berpendapat bahwa mengajar merupakan usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. [25]
Sementara itu menurut Herman Hudoyo, mengajar                                 adalah proses interaksi antara guru dan siswa di mana guru mengharapkan siswanya dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang benar-benar dipilih oleh guru.[26]
Dari pengertian di atas mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator dalam kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya guru mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan yang menunjang kegiatan belajar-mengajar.
Jadi Mengajar matematika diartikan sebagai upaya memberikan rangsangan bimbingan, pengarahan tentang pelajaran matematika  kepada siswa agar terjadi proses belajar yang baik. Sehingga dalam mengajar matematika dapat berjalan dengan lancar, seorang guru diharapkan dapat memahami tentang makna mengajar tersebut, karena mengajar matematika tidak hanya menyampaikan pelajaran matematika melainkan mengandung makna yang lebih luas yaitu terjadinya interaksi manusiawi dengan berbagai aspek yang mencakup segala hal dalam pelajaran matematika.
3.         Proses Belajar Mengajar Matematika
Keterpaduan antara konsep belajar dan konsep mengajar melahirkan konsep baru yakni proses belajar mengajar atau dikenal dengan istilah proses pembelajaran. Menurut Moh. Uzer Usman Proses Belajar Mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.[27]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar adalah serangkaian kegiatan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam sutiasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran.
C.      Hasil Belajar
1.      Pengertian Hasil Belajar
Belajar merupakan kegiatan setiap orang, pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat disesuaikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang  mengakibatkan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama, harus disertai usaha orang tersebut sehingga dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya.
Untuk memperoleh pengertian obyektif mengenai belajar sekolah perlu dirumuskan secara jelas mengenai pengertian belajar. Menurut Oemar Hamalik belajar adalah (learning) merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengalaman.[28]
Dalam buku manajemen pembelajaran menurut Usman menjelaskan bahwa belajar adalah merupakan perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan.[29] Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa, belajar adalah suatu proses usha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai pengalaman individu itu sendiri.perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar dapat berupa ketrmpilan, sikap, pengertian, ataupun pengetahuan. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar pada akhirnya menyadari bahwa dia mempelajari sesuatu sehingga terjadi perubahan pada dirinya sebagai akibat dari kegiatan yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.
Hasil belajar menurut Sudjana adalah “hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar”.[30] Perubahan dalam tingkah laku tersebut merupakan indikator yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperoleh di sekolah.
Berdasarkan pendapat di atas hasil pada dasarnya adalah suatu yang diperoleh dari suatu aktivitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam individu, yaitu perubahan dalam tingkah laku. Jadi, hasil belajar adalah hasil yang diperoleh setelah proses belajar.

D.      Penelitian Terdahulu
§  Guay & McDaniel dan Bishop  menemukan bahwa kecerdasan spasial mempunyai hubungan positif dengan matematika pada anak usia sekolah.
§  Studi dari Shermann (1980) juga menemukan bahwa matematika dan berpikir spasial mempunyai korelasi yang positif pada anak usia sekolah, baik pada kecerdasan spasial taraf rendah  maupun taraf tingg
§  McGee (1979) menemukan bahwa perbedaan dalam memecahkan soal-soal matematika antara anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan oleh perbedaan dalam kecerdasan spasial mereka. Kecerdasan spasial anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan



[1] Nana  Syaodih  Sukmadinata,  Landasan  Psikologi  Proses  Pendidikan (Bandung:  Rosda Karya, 2004), hlm. 94
[2] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal.58-59
[3] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 205), hal. 185-187
[4] Masykur dan Abdul Halim Fathoni, Mathematical Intelligence “cara cerdas melatih otak dan menanggulangi kesulitan belajar”, (Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia, 2008), hal.16
[5] Nana  Syaodih  Sukmadinata,  Landasan  Psikologi  Proses  Pendidikan (Bandung:  Rosda Karya, 2004), hlm. 93
[6] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. RIneka Cipta, 205), hal. 188
[7] Nana  Syaodih  Sukmadinata,  Landasan  Psikologi  Proses  Pendidikan (Bandung:  Rosda Karya, 2004), hlm. 94
[8] May Lwin dkk, Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, (Klateen: PT Intan Setia Klaten, 2003), hal.73
[9] Siti Marliah Tambunan, Hubungan antara Kecerdasan Spasial dengan Prestasi Belajar Matematika, (Makara, Sosial Humara. Vol.10, No.1 Juni 2006), hal.28
[10] Evelyn Wiliam English, Mengajar dengan Empati”Panduan Belajar mEngajar yang Tepat dan meNyeluruh Untuk Ruang keLas dan Dengan Kecerdasan Beragam”, (Bandung: Nuansa, 2005), hal.104
[11] Howard Gardner, Multipel Inteligences Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktek, (Batam Center: Interaksara, 2003), hal.43
[13] Ibid,
[14] Thomas Armstong, Kinds Of Smart  Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Inteligence, (Jakarta: Gramdedia, 2002), hal.52
[15] Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas, (Surabaya : Usaha Nasional, 1979), hal. 95
 [16] Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), hal. 167
[17] R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta :Dirjen Perguruan Tinggi depdiknas, 1997/2000), hal. 11

 [18] R.Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika,..., hal. 13
[19]   Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran., ( Jakarta : Bumi Aksara, 2003 ), hal    36
[20]  Herman Hudoyo, Strategi Belajar Mengajar Matematika. ( Malang: IKIP Malang, 1990 ) hal.1
[21]  Oemar Hamalik, Kurikulum …, hal. 48
[22] Dimjati, Mujiono, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta : Rineka Cipta, 2002) hal 26
[23] Ibid, hal. 27
[24] Ibid, hal. 27
[25] Moh, Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004) hal.6
[26] Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum ....... hal.107
[27]Moh. Uzer Usman,Menjadi Guru .......hal. 4
[28] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurrikulum, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), 106
[29] Rohman Saiful Yoto, Manajemen Pembelajaran, (Surabaya: Yanizar Group, 2001), 2
[30] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 3