Goldman
(2005) mengemukakan bahwa struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan,
terbagi menjadi kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan
emosional pada otak kanan. kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow)
antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila
terjadi tuntutan banyak. Bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya
dengan aktivitas lain, jika positif akan mengembangkan penalaran akan
tetapi jika diisi dengan aktivitas negatif, misalnya kenakalan atau
melamun, inilah yang disebut dengan sia-sia atau mubazir (at tabadziru minasysyaithon). Sebaiknya
jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi kecemasan-kelelahan.
kondisi ini akan bisa dinetralisir dengan relaksasi melalui penciptaan
siuasana kondusif, misalnya keramahan, kelembutan, senyum, tertawa,
suasana nyaman dan menyenangkan, atau meditasi keheningan dengan prinsip
kepasrahan kepada san pencipta. dengan demikian aktivitas otak kiri
semestinya dibarengi dengan aktivitas otak kanan.
Sel saraf, pada otak
kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial,
linier, rasional, teratur, verbal, realitas, ide, abstrak dan simbolik.
Sedangkan sela syaraf otak kanan berkaitan dengan kecerdasan yang
sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri, spesial,
musik dan kreatifitas. penting untuk diketahui bahwa kecerdasan
intelektual berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20 % sedangkan
kecerdasan emosional sebesar 40 %, siswanya sebanyak 40 % dipengaruhi
oleh hal lainya.
Ary Ginanjar (2002) dan Jalaludin Rahmat (2006)
mengungkapkan kecerdasan ketiga, yaitu kecerdasan spiritual
(nurani-keyakinan) atau kecerdasan fitrah yang berkenaan dengan
nilai-nilai kehidupan beragama. sebagai orang beragama, kita semestinya
berkeyakinan tinggi terhadap kecerdasan ini, bukankah ada ikhtiar dan
ada pula taqdir, ada do'a sebagai permintaan dan harapan, dan ibadah
lainya. Bukankah ketentraman individu karena keyakiann beragama ini.
Garner (1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda yang bersifat multi dengan akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-Visual, Linguistic-Verbal, Interpersonal-communication, Musical-Rithmic, Natural, Body-Kinestic, Intrapersonal-reflective, Logic-Thinking-Reasoning.
Garner (1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda yang bersifat multi dengan akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-Visual, Linguistic-Verbal, Interpersonal-communication, Musical-Rithmic, Natural, Body-Kinestic, Intrapersonal-reflective, Logic-Thinking-Reasoning.
A. Prinsip-Prinsip Utama Dalam Kecerdasan Majemuk
1. Setiap orang memiliki delapan kecerdasan.
Setiap
orang memiliki kapasitas dalam delapan kecerdasan yang berfungsi
bersamaan dengan cara yang berbeda-beda pada setiap orang. Ada yang
mempunyai tingkatan sangat tinggi pada semua kecerdasan, ada yang
cenderung rendah pada semua tingkatan. Umumnya berada di kedua kutub
ekstrim ini, yaitu : sangat berkembang dalam sejumlah kecerdasan, cukup
berkembang dalam kecerdasan tertentu, relatif agak terbelakang dalam
kecerdasan lain.
2. Pada umumnya orang dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai tingkat penguasaan memadai.
3. Kecerdasan umumnya bekerja bersamaan (simultan) dengan cara yang kompleks. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri. Kecerdasan selalu berinteraksi satu sama lain.
4. Ada banyak cara untuk cerdas dalam setiap kategori
Kecerdasan
majemuk menekankan keanekaragaman cara manusia menunjukkan bakatnya,
baik dalam kecerdasan tertentu maupun antar kecerdasan.
2. Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan kecerdasan
1. Faktor Biologis. Faktor keturunan atau genetis, luka atau cedera otak sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
2. Sejarah Hidup Pribadi. Pengalaman
dengan orang tua, guru, teman sebaya, kawan-kawan dan orang lain, baik
yang membangkitkan maupun yang menghambat pengembangan kecerdasan.
3. Latar Belakang Kultural dan Historis. Waktu dan tempat dilahirkan dan dibesarkan serta sifat dan kondisi perkembangan historis atau kultural di tempat-tempat lain.
3. Syarat Pokok Yang Harus Dipenuhi Setiap Kategori Kecerdasan
1. Ada wilayah primer dalam sistem neorologis
yang bekerja dominan untuk satu aspek kecerdasan. Contoh : Verbal -
Linguistik di bagian lobus temporal kiri dan depan, Musikal di lobus
temporal kanan.
2. Ada komponen inti
dari kompetensi atau kecerdasan ini. Contoh : Kinestetis kompetensinya
mampu mengontrol gerak tubuh dan mahir mengelola objek, Interpersonal
mampu mencerna dan merespon suasana hati dan motivasi lawan bicara.
3. Ada sistem simbol
yang khas. Contoh : Verbal - Linguistik menggunakan simbol fonetis,
Matematis – Logis menggunakan bahasa komputer, Musikal menggunakan
notasi musik, Naturalis menggunakan sistem klasifikasi spesies, dsb.
4. Ada kegiatan budaya
tertentu yang merepresentasikan kecerdasan ini. Contoh : budaya bicara
dan sastra untuk Verbal - Linguistik, penentuan ilmiah untuk Matematis –
Logis.
5. Ada peta perkembangan yang khas
dari setiap kecerdasan. Contoh : Musikal bisa berkembang sejak dini dan
cenderung menetap sampai tua, Matematis - Logis memuncak pada masa
remaja, dsb.
6. Bukti – bukti kondisi akhir terbaik.
Contoh : Verbal - Linguistik seorang orator atau sastrawan, Kinestetis
seorang atlit legendaris, Naturalis seorang peneliti alam atau ahli
biologi, dsb.
7. Ada bukti asal-usul revolusioner.
Contoh : Matematis - Logis dengan bukti sistem angka dan kalender,
Interpersonal dengan hidup berkelompok karena kebutuhan berburu, Visual -
Spasial dengan gambar di gua–gua.
8. Kemampuan spesies lain. Contoh : Matematis – Logis seperti lebah menghitung jarak dengan tarian spasial atau teritorial sejumlah spesies.
9. Faktor historis terhadap keadaan dunia saat ini.
Contoh : Kecerdasan Interpersonal dibutuhkan untuk usaha jasa,
Kecerdasan Verbal - Linguistik mencirikan bahwa komunikasi lisan dan
tulisan penting untuk berbagai bidang kehidupan.
D. Kecerdasan Majemuk
Teori Multiple Intelligences
bertujuan untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat
mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang
unik. Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan
yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga
kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner,
kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika,
kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial,
kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan
intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Secara rinci masing-masing
kecerdasaan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Kecerdasan matematika-logika
Kecerdasan
matematika-logika menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara
induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan
menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan
menggunakan kemampuan berpikir. Peserta didik dengan kecerdasan
matematika-logika tinggi cenderung menyenangi kegiatan menganalisis dan
mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu.
Ia
menyenangi berpikir secara konseptual, misalnya menyusun hipotesis dan
mengadakan kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya.
Peserta didik semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan
memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika.
Apabila kurang memahami, mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya
dan mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya tersebut.
Peserta
didik ini juga sangat menyukai berbagai permainan yang banyak
melibatkan kegiatan berpikir aktif, seperti catur dan bermain teka-teki.
Kecerdasan matematis-logis lazim dijumpai pada ahli matematika, ilmuwan, sarjana, pemburu binatang, penyelidik polisi, pengacara, akuntan. Adapun deskripsi/ciri yang menonjol diantaranya : suka
berpikir abstrak, penjelasan logis, mengerjakan teka-teki, berhitung,
komputer, suka pada ketepatan, teratur, langkah demi langkah,
menggunakan struktur logis, sangat suka memecahkan masalah, sangat suka
bereksperimen secara logis, suka mencatat secara teratur, mencatat
sesuatu dengan teratur, mencari pola dari segala sesuatu. Kecerdasan
matematis-logis ini memiliki cara mudah dalam belajar, yaitu dengan adanya rangsang
dengan kegiatan pemecahan masalah, permainan berhitung/komputer,
analisa dan tafsirkan data, gunakan logika, beri eksperimen praktis,
gunakan prediksi, padukan organisasi, matematika dan pelajaran lain,
memiliki tempat untuk menghimpun semua hal, biarkan segala sesuatu
diselesaikan secara bertahap, biarkan segala sesuatu diselesaikan secara
bertahap, gunakan berpikir deduktif, gunakan komputer.
2. Kecerdasan bahasa (verbal-linguistik)
Kecerdasan
bahasa menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan
kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang
berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya. Peserta didik dengan
kecerdasan bahasa yang tinggi umumnya ditandai dengan kesenangannya pada
kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca,
menulis karangan, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan
sebagainya.
Peserta
didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat,
misalnya terhadap nama-nama orang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal
yang sifatnya detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar
dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu
bahasa baru, peserta didik ini umumnya memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya.
Kecerdasan bahasa, lazim dijumpai pada novelis, penyair, penulis iklan, penulis naskah, operator, pemimpin politik, editor, jurnalis, penulis pidato. Adapun deskripsi/ciri yang menonjol, yaitu : sensitif
terhadap pola, teratur, sistematis, mampu beragumentasi, suka
mendengarkan, membaca, dan menulis, suka drama, puisi, buku, mengeja
dengan mudah, suka permainan kata, punya ingatan tajam pada hal-hal
sepele, mempunyai kosa kata yang kaya, pembicara publik dan tukang debat
andal, fasih dan ekspresif, pandai menjelaskan sesuatu. Kecerdasan tipe
bahasa ini, memiliki cara mudah dalam belajar, seperti : bercerita, permainan ingatan nama atau tempat, permainan kosa kata, menggunakan tulisan jurnal, wawancara, mengerjakan teka-teki, permainan mengeja, buat, edit majalah kelas
debat, diskusi, dan keterampilan MS Word.
debat, diskusi, dan keterampilan MS Word.
3. Kecerdasan musikal
Kecerdasan musikal menunjukkan
kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang
berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.
Peserta
didik jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama
yang indah, entah melalui senandung yang dilagukannya sendiri,
mendengarkan tape recorder, radio, pertunjukan orkestra, atau
alat musik dimainkannya sendiri. Mereka juga lebih mudah mengingat
sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan
musik.
Kecerdasan musikal lazim dijumpai pada pemain
drama, penggubah lagu, konduktor, penikmat musik, penata rekaman,
pembuat instrumen musik, penyelaras piano, budaya tradisional (tanpa
bahasa tulis). Adapun deskripsi/ciri yang menonjol, diantaranya : sensitif
terhadap nada, irama dan wahana musik, sensitif terhadap kekuatan
musik, sensitif terhadap susunan musik rumit, bisa jadi amat spiritual,
menyukai bunyi-bunyi dari alam, dan menikmati mendengarkan musik. Cara mudah dalam belajar kecerdasan tipe musikal ini adalah bermain
alat musik, belajar lewat lagu, gunakan konser aktif dan pasif, iringi
dengan musik, bergabung dengan paduan suara, menulis musik, padukan
musik dengan bidang lain, ubah suasana hati dengan musik, mengarang
musik di komputer.
4. Kecerdasan visual-spasial
Kecerdasan
visual-spasial menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami secara
lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Peserta didik ini
memiliki kemampuan, misalnya, untuk menciptakan imajinasi bentuk dalam
pikirannya atau kemampuan untuk menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi
seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau
arsitek suatu bangunan.
Kemampuan
membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian memecahkan berbagai
masalah sehubungan dengan kemampuan ini adalah hal yang menonjol pada
jenis kecerdasan visual-spasial ini. Peserta didik demikian akan unggul,
misalnya dalam permainan mencari jejak pada suatu kegiatan di
kepramukaan.
Kecerdasan visual-parsial lazim dijumpai pada arsitek, pelukis, pemahat, navigator, pemain catur, ahli fisika, ahli strategi perang. Adapun deskripsi atau ciri yang menonjol, diantaranya berpikir dengan gambar, menggunakan citra mental, menggunakan metafora, indra konfigurasi kuat, suka
seni, menggambar, memahat, mudah baca grafik, peta, diagram arah,
mengingat berdasarkan gambar, memiliki indra warna hebat, menggunakan
semua indra untuk imajinasi, senang mengamati, kecerdasan visual-spasial
tidak selalu muncul bersamaan. Cara mudah dalam belajar orang dengan kecerdasan visual parsial diantaranya dengan menggunakan
gambar, diagram, peta, warna, grafik komputer, dengan membuat coretan
simbol, memadukan seni dengan mata pelajaran lain, menggunakan peta
belajar atau mind map, melakukan visualisasi, menonton atau buat video,
meggunakan ekspresi wajah, memindah ruangan untuk mendapat perspektif
yang berbeda, dan membuat pengelompokkan.
5. Kecerdasan kinestetik
Kecerdasan
kinestetik menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif
menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan
memecahkan berbagai masalah.
Hal
ini dapat dijumpai pada peserta didik yang unggul pada salah satu
cabang olahraga, seperti bulu tangkis, sepakbola, tenis, renang, dan
sebagainya, atau bisa pula dijumpai pada peserta didik yang pandai
menari, terampil bermain akrobat, atau unggul dalam bermain sulap.
Kecerdasan kinestetik lazim dijumpai pada penari,
aktor, atlet, juara olah raga, penemu, ahli mimik/ekspresi, ahli bedah,
karateka, pembalap, pekerja luar, montir. Adapun deskripsi atau ciri yang menonjol diantaranya : memiliki
daya kontrol yang baik terhadap tubuh dan obyek, “timing” bagus,
respons/refleks terlatih terutama terhadap lingkungan fisik, belajar
paling efektif dengan bergerak dan melibatkan diri dengan kelompok, suka
melakukan olahraga fisik, bermain, tampil bekerja dengan tangan, suka
menggunakan manipulasi, gampang mengingat apa yang dilakukan, bermain
dengan obyek, resah jika diam/pasif, berpikir mekanis. Cara mudah dalam belajar diantaranya : menggunakan
latihan fisik, menggunakan tarian, gerak dan drama, menggunakan
manipulasi dalam ilmu alam, matematika, melakukan perubahan tata kelas,
memadukan gerak dengan semua mata pelajaran, menggunakan model, mesin,
lego, kerajinan tangan, melakukan perjalanan lapangan, melakukan
permainan kelas, bertepuk, ketukan kaki, loncat, dsb.
6. Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan
interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan berinteraksi
dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di
sekelilingnya.
Kecerdasan semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial, yang
selain kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga
mencakup kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani
perselisihan antar teman, memperoleh simpati dari peserta didik yang
lain, dan sebagainya.
Kecerdasan interpersonal lazim dijumpai pada politisi, guru, pemimpin religius, penasehat, psikolog, penjual, manajer, relasi publik, orang yang senang bergaul. Deskripsi atau ciri yang menonjol dari kecerdasan interpersonal ini adalah memiliki
kemampuan negosiasi tinggi, mahir berhubungan dengan orang lain,
tertarik pada pikiran dan perasaan orang lain, peka terhadap reaksi dan
suasanan hati orang lain, menikmati
berada di tengah banyak orang dan kegiatan bersama, punya banyak teman,
mampu berkomunikasi dengan baik, suka menengahi pertengkaran, suka
bekerja sama, “membaca” situasi sosial dengan baik, terlibat aktif dalam kegiatan masyarakat. Cara mudah dalam belajarnya diantaranya belajar
bersama, beri kesempatan untuk sosialisasi, kegiatan “sharing”
(berbagi), meggunakan ketrampilan berhubungan dan komunikasi, permainan
percakapan, adakan pesta dan perayaan belajar, permainan “cari jawaban” dari orang lain, kerja kelompok, ajari orang lain, dan menggunakan sebab akibat.
7. Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal menunjukkan
kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Ia
cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun kelemahan yang
ada pada dirinya sendiri. Peserta didik semacam ini senang melakukan
instropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian
mencoba untuk memperbaiki diri. Beberapa diantaranya cenderung menyukai
kesunyian dan kesendirian, merenung, dan berdialog dengan dirinya
sendiri.
Lazim dijumpai pada novelis, penasihat, orang tua bijak, filosof, guru, mistikus, orang dengan kesadaran diri dalam. Deskripsi atau ciri yang menonjol diantaranya adalah sadar diri (kekuatan dan kelemahan), paham betul akan perasaan diri, sensitif terhadap nilai diri, sensitif
terhadap tujuan hidup, memiliki kemampuan intuitif, memiliki motivasi
diri (instrinsik), suka menyendiri, senang bekerja terpisah dari orang
lain, ingin berbeda dari orang kebanyakan, senang merenungkan dan
mengambil kesimpulan dari masa lalu pribadi, menghargai privasi dan
ketenangan, kecakapan inti dari kecerdasan ini adalah kemampuan
mengakses sisi batiniah diri. Adapun cara mudah dalam belajar adalah dengan melakukan
pembicaraan “dari hati ke hati”, melakukan pengembangan diri untuk
mendobrak rintangan belajar, melakukan tanya jawab, memberi waktu untuk
refleksi, studi mandiri, dengarkan intuisi anda, mendiskusikan,
merefleksikan atau metulis apa yang dialami dan dirasakan, membuat
catatan harian atau jurnal, kontrol proses belajar diri sendiri,
mengajarkan bertanya.
8. Kecerdasan naturalis
Kecerdasan
naturalis menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap
lingkungan alam, misalnya senang berada di lingkungan alam yang terbuka
seperti pantai, gunung, cagar alam, atau hutan.
Peserta
didik dengan kecerdasan seperti ini cenderung suka mengobservasi
lingkungan alam seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah,
aneka macam flora dan fauna, benda-benda angkasa, dan sebagainya.
Melalui konsepnya mengenai multiple intelligences atau
kecerdasan ganda ini gardner mengoreksi keterbatasan cara berpikir yang
konvensional mengenai kecerdasan dari tunggal menjadi jamak.
Kecerdasan naturalis lazim dijumpai pada
petani, aktifis green peace, ahli botani dan biologi, ahli lingkungan hidup.
Deskripsi/ciri yang menonjol diantaranya mampu mengenali unsur alami, ingin hidup selaras dengan alam, punya segudang ide untuk konservasi alam, merasa dekat dengan alam, mampu ‘dekat’ dengan hewan, sensitif dengan tanda-tanda alam, peka terhadap ciri-ciri gejala alam, aktif dalam kegiatan menjaga lingkungan. Adapun cara mudah dalam belajar, diantaranya belajar di udara terbuka, langsung menggunakan materi alam (tumbuhan, bebatuan, binatang peliharaan), hadirkan harmonisasi dengan unsur alam.
petani, aktifis green peace, ahli botani dan biologi, ahli lingkungan hidup.
Deskripsi/ciri yang menonjol diantaranya mampu mengenali unsur alami, ingin hidup selaras dengan alam, punya segudang ide untuk konservasi alam, merasa dekat dengan alam, mampu ‘dekat’ dengan hewan, sensitif dengan tanda-tanda alam, peka terhadap ciri-ciri gejala alam, aktif dalam kegiatan menjaga lingkungan. Adapun cara mudah dalam belajar, diantaranya belajar di udara terbuka, langsung menggunakan materi alam (tumbuhan, bebatuan, binatang peliharaan), hadirkan harmonisasi dengan unsur alam.
Kecerdasan
tidak terbatas pada kecerdasan intelektual yang diukur dengan
menggunakan beberapa tes inteligensi yang sempit saja, atau sekadar
melihat prestasi
yang ditampilkan seorang peserta didik melalui ulangan maupun ujian di
sekolah belaka, tetapi kecerdasan juga menggambarkan kemampuan peserta
didik pada bidang seni, spasial, olah-raga, berkomunikasi, dan cinta
akan lingkungan.
sumber : http://www.biologimu.com/2016/09/kecerdasan-majemuk-multiple-inteligence.html