Rabu, Mei 20, 2015

DENGUE HEMORAGIC FEVER/DHF.....


Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%). Selanjutnya sejak saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk.
Menurut Rimanews.com, berdasarkan data P2B2, jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2010 ada 150.000 kasus. Menurut Media Indonesia.com, sepanjang 2011 sebanyak 2.141 orang terjangkit demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta. Virus penyakit mematikan itu mengancam masyarakat Ibu Kota terutama di tengah cuaca yang tidak menentu sekarang ini.  Jumlah penderita tersebut berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI sepanjang triwulan pertama 2011. Dengan perincian Januari sebanyak 1.099 kasus, Februari sebanyak 802 kasus, dan Maret sebanyak 240 kasus.
Jadi untuk menanggulangi masalah DBD/DHF maka kita perlu mengetahui informasi mengenai apa sebenarnya DBD/DHF, bagaimana tanda dan gejala DBD/DHF, bagaimana penatalaksanaannya, dan bagaimana cara mencegah penyebarannya.
Berikut ini adalah informasi mengenai DBD/DHF yang tentunya akan berguna bagi pembaca sekalian.
1. Apa itu DHF?
DHF (Dengue Hemoragic Fever) atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes albopictus dan Aedes aegypti ). Dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
2. Bagaimana Tanda dan Gejala dari DHF?
TANDA DAN GEJALA
1.      Demam : Demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua sampai tujuh hari turun secara cepat.
2.      Perdarahan : Perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorphosis trombosit. Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:
·         Uji tourniquet positif
·         Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
·         Epistaksis dan perdarahan gusi
·         Hematemesis, melena
·         Hematuri
3.      Hepatomegali (Pembesaran Hati):
·         Biasanya dijumpai pada awal penyakit
·         Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
·         Nyeri tekan pada daerah ulu hati
·         Tanpa diikuti dengan ikterus
·         Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue
4.      Syok : Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan kebocoran plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda syok adalah:
·         Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
·         Gelisah dan Sianosis di sekitar mulut
·         Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba
·         Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang dari 80 mmHg)
·         Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
5.      Gejala-gejala lain :
·         Anoreksi ,mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
·         Penurunan kesadaran
3. Bagaimana Penatalaksanaan DHF?
Penatalaksanaan DHF dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1.      Pemberian makanan lunak .
2.      Monitor adanya tanda-tanda renjatan (nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba)
3.      Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut (perdarahan di gusi, bintik-bintik merah dikulit)
4.      Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari (dilakukan di laboratorium/di rumah sakit)
5.      Pemberian cairan yang cukup, diberikan untuk mengurangi rasa haus dan  dehidrasi akibat demam tinggi dan muntah. Untuk itu penderita DHF perlu diberikan minum sebanyak mungkin (1 – 2 liter dalam 24 jam).
4. Bagaimana Cara Mencegah Penyebaran DHF?
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modofikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak. Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
1. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang- kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.
3. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya  seminggu sekali.
4. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik
5. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah.
6. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. Seperti memelihara ikan cupang pada kolam.
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
v  Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
v  Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Semoga informasi ini berguna bagi anda semua.
Sumber Informasi:
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ismanoe, Gatoet. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid III, ed. V. Jakarta:Interna Publishing.