Tafsir Al Munafiqun Ayat 1-11
Surah Al Munafiqun (Orang-Orang Munafik)
Surah ke-63. 11 ayat. Madaniyyah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Ayat 1-4: Akhlak dan sifat kaum munafik, persekongkolan yang mereka lakukan terhadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin, dan peringatan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin agar berhati-hati terhadap mereka.
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ (١) اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لا يَفْقَهُونَ (٣) وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ (٤)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 1-4
1. [1] [2]Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata[3], "Kami mengakui, bahwa engkau adalah rasul Allah[4].” Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta[5].
2. Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai[6], lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan[7].
3. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman[8], kemudian menjadi kafir[9], maka hati mereka dikunci[10], sehingga mereka tidak dapat mengerti[11].
4. Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengarkan tutur katanya[12]. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar[13]. Mereka mengira bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka[14]. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya)[15], maka waspadalah terhadap mereka[16]; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari kebenaran)[17]?
Ayat 5-8: Akhlak kaum munafik, ucapan buruk mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan anggapan mereka bahwa agama Beliau akan binasa.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ (٥) سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (٦) هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنْفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَفْقَهُونَ (٧) يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الأعَزُّ مِنْهَا الأذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُونَ (٨)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 5-8
5. Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik), “Marilah (beriman), agar Rasulullah memohonkan ampunan bagimu[18].” Mereka membuang muka[19]dan engkau melihat mereka berpaling[20]menyombongkan diri[21].
6. Sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) memohonkan ampunan untuk mereka atau tidak engkau mohonkan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
7. [22]Mereka yang berkata (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kamu bersedekah kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah sampai mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)[23]." Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi[24], tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami[25].
8. Mereka berkata, "Sungguh, jika kita telah kembali ke Madinah[26], pastilah orang yang kuat[27] akan mengusir orang-orang yang lemah[28] dari sana." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui[29].
Ayat 9-11: Peringatan kepada kaum mukmin agar tidak tersibukkan oleh dunia sehingga melalaikan diri dari beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dan ajakan kepada mereka untuk beramal saleh dan berinfak di jalan Allah sebelum ajal tiba.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (٩) وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠) وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١١)
Terjemah Surat Al Munafiqun Ayat 9-11
9. [30]Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah[31]. Dan barang siapa berbuat demikian[32], maka mereka itulah orang-orang yang rugi[33].
10. Dan infakkanlah[34] sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu[35]sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali)[36], "Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi[37], maka aku dapat bersedekah[38] dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh[39]."
11. Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan[40].
-------------------------------------------------------------------
[1] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Zaid bin Arqam ia berkata, “Aku berada dalam pasukan perang, lalu aku mendengar Abdullah bin Ubay berkata, “Janganlah kamu berinfak kepada orang-orang yang berada di dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga mereka bubar (meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam). Sungguh, jika kita pulang dari sisi Beliau, pastilah orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah dari sana." Maka aku ceritakan hal itu kepada pamanku atau ke Umar, lalu dia menceritakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau memanggilku dan aku menceritakan kepadanya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan orang kepada Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya, lalu mereka bersumpah bahwa mereka tidak berkata demikian, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganggapku dusta dan membenarkannya, sehingga aku merasakan kesedihan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku pun duduk di rumah, lalu pamanku berkata kepadaku, “Engkau tidak ingin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendustakanmu dan membencimu,” maka Allah Ta’ala menurunkan ayat, “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad),…dst.” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim orang kepadaku untuk membacakan ayat dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah membenarkan kamu wahai Zaid.” (HR. Bukhari dan Muslim)
[2] Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, jumlah kaum muslimin di Madinah cukup banyak dan Islam pun semakin kuat di sana, maka di antara penduduknya yang belum memeluk Islam menampakkan keimanan di luar dan menyembunyikan kekafiran di batinnya agar kedudukannya tetap terjaga, darahnya tetap terpelihara dan harta mereka dapat terjaga, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan sifat mereka agar diketahui sehingga kaum mukmin dapat bersikap waspada terhadap mereka dan berada di atas pengetahuan.
[3] Dengan lisan mereka yang berbeda dengan hatinya.
[4] Persaksian dari kaum munafik ini adalah dusta dan nifak, padahal untuk memperkuat Rasul-Nya tidak dibutuhkan persaksian mereka.
[5] Dalam ucapan dan dakwaan mereka.
[6] Mereka bersumpah bahwa mereka beriman adalah untuk menjaga diri dan harta mereka agar jangan dibunuh atau ditawan atau dirampas hartanya.
[7] Karena menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran, bersumpah berada di atas keimanan dan memberikan kesan bahwa mereka benar dalam sumpahnya.
[8] Dengan lisan mereka, atau maksudnya mereka tidak tetap di atas keimanan.
[9] Dengan hati mereka, yakni mereka tetap terus di atas kekafiran.
[10] Sehingga tidak dapat dimasuki kebaikan lagi untuk selamanya.
[11] Hal yang bermanfaat bagi mereka.
[12] Karena bagusnya kata-kata mereka dan enak didengar. Tubuh dan ucapan mereka mengagumkan, namun di balik itu tidak ada akhlak yang utama dan petunjuk sedikit pun.
[13] Mereka diumpamakan seperti ‘kayu yang tersandar’ untuk menyatakan sifat mereka yang buruk meskipun tubuh mereka bagus-bagus dan pandai berbicara, akan tetapi sebenarnya otak mereka adalah kosong tidak dapat memahami kebenaran seakan-akan kayu yang tersandar ke tembok yang tidak ada manfaatnnya.
[14] Karena mereka takut turun ayat yang membuka rahasia mereka atau menghalalkan darah dan harta mereka. Mereka takut kalau isi hati mereka terbongkar.
[15] Karena musuh yang menampakkan dirinya jauh lebih ringan daripada musuh dalam selimut, yang tidak diketahui sebagai musuh, dimana ia melakukan tipu daya dan membuat makar diam-diam.
[16] Karena mereka akan menyebarkan rahasiamu kepada orang-orang kafir.
[17] Bisa juga maksudnya, dipalingkan dari beriman setelah tegaknya bukti. Atau maksudnya, bagaimana mereka mereka dapat dipalingkan dari agama Islam setelah tegak bukti dan dalilnya serta jelas rambu-rambunya beralih kepada kekafiran yang tidak memberikan apa-apa kepada mereka selain kerugian dan kesengsaraan.
[18] Terhadap hal yang terjadi padamu agar keadaanmu menjadi baik dan amalmu diterima.
[19] Mereka menolak meminta doa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
[20] Dari kebenaran sambil membencinya.
[21] Inilah keadaan mereka ketika diajak meminta doa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan hal ini termasuk kelembutan Allah dan karamah(kemuliaan)-Nya kepada Rasul-Nya yaitu mereka (kaum munafik) tidak mau datang kepada Beliau agar Beliau memintakan ampunan untuk mereka, dan sama saja bagi mereka baik Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memintakan ampunan untuk mereka atau tidak, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan mengampuni mereka karena mereka adalah orang-orang yang fasik; yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan mengutamakan kekafiran daripada keimanan. Oleh karena itu, istighfar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah bermanfaat bagi mereka meskipun melakukan istighfar untuk mereka sebanyak tujuh puluh kali (lihat At Taubah: 80).
[22] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhiy ia berkata: Aku mendengar Zaid bin Arqam radhiyallahu 'anhu (berkata), “Ketika Abdullah bin Ubay berkata, “Janganlah kamu berinfak kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,” ia juga berkata, “Sungguh, jika kita telah kembali ke Madinah…dst.” Maka aku beritahukan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu orang-orang Anshar mencelaku, dan Abdullah bersumpah bahwa dia tidak berkata demikian, maka aku pulang ke rumah dan tidur, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilku dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu.” Dan turunlah ayat,“Mereka yang berkata (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kamu bersedekah…dst.”
[23] Ini termasuk kerasnya permusuhan mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum muslimin ketika mereka melihat kaum muslimin bersatu. Mereka menganggap bahwa tanpa harta dan nafkah mereka (kaum munafik) tentu mereka (kaum muslimin) tidak akan berkumpul membela agama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sungguh hal ini merupakan sesuatu yang paling aneh, yaitu karena kaum munafik yang sangat senang agama Islam terlantar dan kaum muslimin tersakiti menyangka demikian, dimana sangkaan ini hanyalah laris di kalangan orang-orang yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itulah dalam lanjutan ayat Allah Subhaanahu wa Ta'aala membantah mereka dengan firman-Nya, “Padahal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi.” Yakni Dia yang memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menghalangi dari siapa yang Dia kehendaki, memudahkan sebab bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyusahkan kepada siapa yang Dia kehendaki.
[24] Dia akan memberi rezeki kepada kaum muhajirin dan selain mereka.
[25] Sehingga mengatakan demikian yang isinya memberi kesan bahwa perbendaharaan rezeki ada di tangan mereka dan di bawah kehendak mereka.
[26] Maksudnya, kembali dari perang Bani Musthalik atau perang Muraisi’, ketika ini orang-orang munafik menampakkan kemunafikannya. Tokoh mereka yaitu Abdullah bin Ubay berkata, “Tidak ada perumpamaan antara kita dengan mereka (kaum muhajirin) melainkan seperti yang dikatakan seseorang, “Beri makan anjingmu, nanti dia akan memakanmu.” Ia juga berkata, “Sungguh, jika kita telah kembali ke Madinah, pastilah orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari sana."
[27] Yang mereka maksud adalah diri mereka sendiri.
[28] Yang mereka maksud adalah orang-orang mukmin.
[29] Oleh karena itulah mereka menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang kuat dan mulia karena tertipu dengan kebatilan mereka.
[30] Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk banyak mengingat-Nya, karena di sana terdapat keberuntungan dan kebaikan yang banyak, dan melarang mereka dibuat sibuk oleh harta dan anak-anak mereka sampai lalai mengingat Allah. Hal itu, karena jiwa manusia diciptakan dengan keadaannya yang senang kepada harta dan anak, namun jika sampai diutamakan di atas kecintaan dan ketaatan kepada Allah, maka dapat mengakibatkan kerugian yang besar seperti saat dikumandangkan azan Jum’at untuk shalat Jum’at, tetapi ia masih saja sibuk berdagang.
[31] Seperti dari shalat yang lima waktu.
[32] Yakni harta dan anaknya membuat lalai dari mengingat Allah.
[33] Tidak mendapatkan kebahagiaan yang abadi dan kenikmatan yang kekal karena mengutamakan kenikmatan yang fana’ (sebentar). Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At Taghaabun: 15)
[34] Termasuk dalam hal ini nafkah/infak yang wajib maupun yang sunat. Yang wajib seperti zakat, kaffarat, nafkah kepada istri, dsb. Sedangkan yang sunat seperti mengorbankan harta untuk segala yang bermaslahat.
[35] Hal ini menunjukkan bahwa nafkah yang Allah bebankan agar hamba mengeluarkannya tidaklah menyusahkan mereka, bahkan Allah memerintahkan mereka agar mengeluarkan sebagian dari rezeki yang Allah karuniakan kepada mereka, dimana Dia telah mempermudahnya untuk mereka dan mempermudah sebab-sebabnya. Oleh karena itu, hendaknya mereka bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kepada mereka rezeki itu, yaitu dengan membantu saudara-saudara mereka yang memerlukan dan bersegera kepadanya sebelum datang kematian yang jika tiba, maka seorang hamba tidak dapat mengejar lagi amal saleh yang telah dilalaikannya.
[36] Meminta agar dikembalikan lagi ke dunia.
[37] Agar aku dapat mengejar amal saleh yang telah aku lalaikan seperti zakat ketika hartanya telah mencapai nishab (ukuran wajib zakat) dan haji ketika sudah mampu.
[38] Sehingga aku dapat selamat dari azab dan dapat memperoleh banyak pahala.
[39] Dengan mengerjakan perkara yang diperintahkan dan menjauhi larangan.
[40] Baik atau buruk, lalu Dia membalasnya sesuai yang Dia ketahui dari kamu, yakni dari niat dan amalmu.
Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya wal hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.
Label: Juz 28, Tafsir Al Munafiqun