Bagaimana Memisahkan Obat dalam Campuran?
Dalam suatu sediaan obat misalnya tablet, seringkali ditemukan berberapa komponen zat aktif. Untuk kepentingan penetapan kadar zat aktif di dalam campuran multikomponen ini perlu dilakukan pemisahan dalam proses preparasi sampel untuk metode analisis non-kromatografik yang kurang selektif untuk campuran tersebut misalnya spektrofotometri. Permasalahannya adalah bagaimana cara memisahkan zat aktif di dalam suatu sediaan obat menjadi senyawa tunggal secara kuantitatif?
Pertanyaan ini akan dapat dijawab dengan mudah apabila seorang farmasis memahami betul sifat fisika kimia senyawa obat yang ada di dalam suatu campuran.
Sebagai contoh, berikut ini disajikan cara memisahkan parasetamol, aspirin dan kodein.
Pertama-tama kita lihat dulu sifat fisika kimia ketiga senyawa tersebut:
Struktur molekul dan nilai pKa parasetamol, aspirin, dan kodein
Parasetamol mempunyai gugus fenol dan amida sedangkan aspirin mempunyai gugus karboksilat sehingga keduanya adalah senyawa asam. Di lain pihak, kodein mempunyai basa amina sehingga bersifat basa, Ketiga senyawa ini dapat larut dengan baik pada toluen (suatu pelarut organik tak campur air) pada bentuk tidak terionkan. Dengan mengetahi hal ini, dapat dilakukan pemisahan ketiga senyawa tersebut secara kuantitatif.
Hal yang pertama harus dilakukan adalah melarutkan ketiganya di dalam toluen, kemudian menghilangkan partikel-partikel tidak larut (bisa berasal dari eksipien tablet) dengan cara disaring. Setelah itu, ditambahkan asam klorida encer (misal HCl 0,1 M, pH = 1) ke dalam larutan tersebut kemudian digojog agar terjadi kontak antara fase HCl (air asam) dengan toluen. Pada keadaan setimbang, parasetamol dan aspirin tetap berada di fase toluen karena keduanya tidak terionkan, sedangkan kodein yang bersifat basa akan terionkan dan masuk ke fase air sebagai kodein-HCl.
Fase toluen kemudian dipisahkan dari fase air lalu proses ekstraksi diulangi dengan menambahkan HCl encer yang baru ke dalam fase toluen sampai tiga kali lalu fase air asam hasil ektraksi digabungkan supaya 99% kodein dapat terpindahkan ke fase air.
Fase air yang mengandung kodein-HCl dibasakan dengan menambahkan larutan basa kuat (misal NaOH 1 M) sedikit demi sedikit sampai mencapai pH di atas 10 (pH > pKa + 2) sehingga kodein kembali ke bentuk tidak terionkan. Fase air ini kemudian diektraksi menggunakan toluen yang baru sehingga diperoleh kodein murni dalam toluen. Selanjunya, toluen dapat diuapkan sampai kering untuk memperoleh kodein murni.
Fase toluen yang mengandung parasetamol dan aspirin ditambah dengan larutan NaHCO3 encer (misal 10%) yang merupakan suatu basa lemah sehingga akan terjadi reaksi antara gugus karboksilat pada aspirin dengan NaHCO3 membentuk aspirin yang terionisasi (aspirin-Na), H2O, dan CO2, sedangkan gugus fenol dan amida pada parasetamol tidak cukup kuat bereaksi dengan NaHCO3 sehingga parasetamol tetap berada pada bentuk tidak terionisasi. Ketika ekstraksi berlangsung dan terjadi keadaan setimbang, maka parasetamol akan berada pada fase toluen sedangkan aspirin-Na masuk ke fase air. Parasetamol murni dapat diperoleh dengan menguapkan toluen.
Fase air yang mengandung aspirin-Na diasamkan menggunakan HCl encer sehingga aspirin-Na akan kembali ke bentuk tidak terion. Ketika larutan ini diekstraksi dengan toluen, maka aspirin akan masuk ke fase toluen. Setelah, toluen diuapkan, akan diperoleh aspirin yang murni.
Dengan demikian, ketiga campuran tersebut dapat dipisahkan dan dapat direkonstitusi dengan pelarut yang sesuai untuk dilakukan analisis kuantitatif misalnya secara spektrofotometri.
Refferensi :
Google. website : www.rhodium.ws. Diakses 21 April 2007.Manske & Holmes, 1953, The Alkaloids, Extraction and Separation of Ephedrine and Pseudoephedrine, Vol III, p 343-344, Academic Press.Roth, H.J, et al. 1988. “Pharmaceutical Chemistry”.Volume I. Ellis Horwood Limited. Inggris.