Punya Fobia? Atasi dengan Cara Ini
Fobia bukanlah hal baru. Berasal dari bahasa Yunani, phobos, yang berarti takut. Takut dan cemas terhadap sesuatu itu normal dan wajar, tetapi gangguan ketakutan yang luar biasa atau berlebihan itu tidak wajar.
Fobia adalah ketakutan yang berlebihan pada sesuatu tanpa ada penyebab objektif pada saat ketakutan itu muncul.
Reaksi ketakutan yang muncul tidak sebanding dengan objek yang ditakutkan. Bahkan dalam beberapa kasus, ketakutan tersebut bisa muncul tanpa adanya penyebab nyata.
Misalnya, ketakutan muncul ketika mendengar kata 'kucing' dan melihat gambar kucing, padahal secara objektif keduanya (kata dan gambar) tidak berpotensi menimbulkan bahaya.
Penyebab fobia bervariasi, namun esensinya sama yaitu kecemasan terhadap sesuatu dan tidak berdaya untuk melakukan tindakan apapun.
Biasanya pada saat itu orang yang bersangkutan berada dalam kondisi tidak siap baik fisik maupun psikis.
Bagi orang lain, penyebab fobia terkesan sederhana dan sepele. Sesuatu yang tidak terpikirkan untuk 'ditakuti'.
Kucing, nasi putih, karet gelang, cicak, pisang, ruangan, dan sebagainya adalah sederetan hal yang bisa jadi menakutkan bagi orang tertentu.
Kita tidak bisa meremehkan dan berkata, "Masa gitu aja takut?" Sebab pengalaman mereka dengan hal-hal tersebut yang menjadikannya fobia.
Bagaimana menangani orang dengan fobia? Sekarang ini ahli penyembuh fobia bertebaran. Mereka meng-klaim bahwa teknik mereka mampu menghilangkan fobia dalam waktu singkat.
Saya pribadi kurang tahu persis teknik apa saja yang digunakan pada ahli penyembuh yang bukan psikolog itu dan tidak ingin berkomentar soal itu.
Secara prinsip, fobia dapat dihilangkan. Gangguan ini bukan kutukan seumur hidup. Seberapa cepat fobia dapat dihilangkan? Tergantung seberapa kuat kemauan klien.
Berikut ini langkah-langkah yang dapat digunakan :
1. Kenali dulu gejala fobia dengan benar. Bedakan ketakutan normal dengan fobia. Takut ular, misalnya, adalah ketakutan biasa. Menjadi ketakutan irasional bila mendengar kata ular saja orang itu sudah berkeringat dingin.
Ketakutan khas fobia pun berlebihan sehingga memunculkan perilaku yang kurang tepat. Misalnya tiap kali mengecek kolong tempat tidur karena takut ada ular di sana, mengecek bawah tempat duduk, sofa, dan tempat-tempat lain yang dicurigai ada ularnya.
2. Bila memang fobia, minta orang itu mengingat kembali sejak kapan munculnya. Semakin spesifik ceritanya tentang penyebab fobianya, akan makin mudah melakukan terapinya. Kalau dia tidak ingat? Ya, tidak masalah.
3. Tanyakan pada klien sejauh mana dia ingin dibantu. Tiap klien punya hak untuk menentukan hasil akhir terapi. Misalnya fobia nasi putih. Dia ingin bisa dibantu hingga bisa memegang nasi putih, bukan sampai pada mampu makan nasi putih.
Nah, keinginan klien itulah tujuan terapi kita. Psikolog tidak boleh memaksakan kehendak pada klien. Jangan paksakan klien sampai bisa makan nasi putih kalau memang kemampuannya hanya sampai ingin memegang saja.
4. Lakukan terapi sesuai kemampuan klien. Ada teknik floading dan ada juga cara bertahap. Floading berarti menghadirkan stimulus yang ditakuti secara terus menerus, langsung dan intensitas tinggi. Misalnya takut air. Orang itu langsung diceburkan ke air supaya takutnya hilang.
Teknik itu tidak bisa digunakan sembarangan. Efeknya bahaya bagi klien. Teknik kedua, jauh lebih aman. Hadirkan stimulus yang ditakutkan secara perlahan-lahan. Sambil menenangkan klien. Lakukan terus sampai klien siap untuk tahap berikutnya.
5. Kalau tidak berhasil? Konsultasikan pada psikolog terdekat.
Apapun jenis phobianya, jangan pernah dicemooh. Sepele bagi kita, big problem buat mereka. Kita tidak pernah tahu apa yang mereka alami saat berinteraksi dengan objek ketakutan itu.
Lebih baik berusaha menolong (meskipun gagal...) daripada menghakimi atau mencela. Oya, jangan juga dijadikan ledekan. Memang sekilas reaksi mereka tampak 'lucu', tapi sungguh, mereka tidak mampu mengatasinya.
Semoga artikel singkat ini bermanfaat.
@http://health.kompas.com/