Selasa, Agustus 09, 2016

the process learning



====================================================================

Proses Pembelajaran
Hakekat Belajar
Suatu hal yang lazim dalam memahami tentang suatu konsepsi adalah munculnya berbagai pandangan dan paham yang berbeda, termasuk berkenaan dengan hakekat belajar.
Berikut beberapa pandangan dan paham tentang makna belajar dari beberapa pakar, antara lain yang akan dikemukakan oleh Skinner, Chaplin, Reber dan Biggs. Lebih banyak kita pahami pendapat-pendapat ahli tentang belajar, akan membawa kita kepada pemahaman yang lebih mendalam serta kemampuan yang handal dalam mengelola serta merancang kegiatan pembelajaran sebagai tugas utama selaku praktisi pendidikan di lapangan, yang tentunya dengan tidak melupakan starting point dari konsep perubahan sebagai inti dari makna dan batasan tentang belajar, menurut
Skinner      : Belajar adalah suatu proses adapatasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.
Chaplin      :  Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatit menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.
Hitzman    :  Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.
Wittig        : Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
Reber         : Proses memperoleh suatu pengetahuan dan atau suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Biggs         : Belajar adalah kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya dan atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah dipelajari.
Selain beberapa pengertian tentang belajar dari beberapa ahli di atas, juga kita mengenal beberapa aliran ataupun paham tentang belajar, diantaranya adalah :
1.      Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Daya
Menurut teori ini, jiwa manusia terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka memenuhi fugsingya. Yang penting bukan penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan dari daya-daya itu. Belajar merupakan perubahan fungsional.
2.      Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Manusia bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dsb. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan. Belajar merupakan pengayaan materi pengetahuan dan atau perkayaan pola-pola sambutan prilaku baru.
3.      Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Belajar merupakan perubahan prilaku dan pribadi secara keseluruhan. Dan aliran ini ada dua teori belajar yakni konektionisme dan conditioning. Teori konektionisme menyatakan belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Teori conditioning, suartu proses belajar merupakan pembiasaan terhadap suatu tindakan tertentu, secara berulang-ulang.
Dari berbagai pandangan maupun teori belajar tersebut, ternyata berbeda. Namun menunjukkan beberapa kesamaan tentang beberapa ciri perubahan sebagai hasil belajar yakni :
1.      Perubahan itu intensional (sengaja dan disadari dilakukannya).
2.      Perubahan itu positif (sesuai dengan apa yang diharapkan) baik dipandang dari segi siswa maupun tuntutan masyarakat orang dewasa.
3.      Perubahan itu efektif (memiliki pengaruh dan makna tertentu) relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksi dan dipergunakan.
4.      Manisfestasi hasil belajar secara umum dapat berupa : kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berfikir asosiatif dan daya ingat, berfikir rasional dan kritis, sikap, inhibis, apresiasi dan tingkah laku afektif. Secara sederhana dapat pula dikatakan bahwa manisfestasi hasil belajar dapat berupa pertambahan materi pengetahuan, penguasaan pola-pola prilaku dan perubahan dalam pola-pola kepribadian.
Pengertian Proses Pembelajaran
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar, yang mana belajar-mengajar dan pembelajaran terjadi secara bersama-sama. Proses pembelajaran dapat pula terjadi tanpa kehadiran guru atau tanpa kegiatan mengajar dan belajar secara formal. Akan tetapi proses pembelajaran dapat dilakukan di manapun dan kapanpun tanpa terikat formalitas lembaga pendidikan. Sedangkan mengajar atau belajar secara formal yang dimaksud penulis dalam skripsi ini yaitu meliputi segala hal yang guru lakukan di kelas atau di luar kelas dalam suatu jam mata pelajaran atau di luar jam mata pelajaran yang masih ada ikatan dengan peraturan sekolah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wijaya Kusumah dalam artikelnya bahwa Strategi dan pendekatan pembelajaran tidak lagi bertumpu pada guru tetapi berorientasi pada siswa sebagai subyek (student centered). Guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Tanpa guru, pembelajaran tetap dapat dilaksanakan karena adanya sumber belajar yang lain.
Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para siswanya. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para siswanya. Kegiatan belajar hanya bisa berhasil jika si pembelajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Seorang guru tidak dapat “mewakili” belajar untuk siswanya. Seorang siswa belum dapat dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan guru yang sedang mengajar. Ada satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar terjadi kegiatan belajar. Syarat itu adalah adanya interaksi antara pebelajar (learner) dengan sumber belajar. Jadi, belajar hanya terjadi jika dan hanya jika terjadi interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar. Tanpa terpenuhi syarat itu, mustahil kegiatan belajar akan terjadi.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seorang. Inilah yang merupakan sebagai inti proses pembelajaran. Perubahan teresebut bersifat; 1. Intensional, yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktek yang dilakukan, proses belajar dengan sengaja dan disadari, buka terjadi karena kebetulan, 2. Positif-aktif, perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan bersifat positif yaitu perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar, disamping menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik dibanding sebelumnya, sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu perubahan yang terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya, 3. Efektif fungsional, perubahan yang bersifat efektif yaitu dimana adanya perubahan yang memberikan penaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun yang bersifat fungsional yaitu perubahan yang relatif tetap serta dapat diproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.
Dapat penulis simpulkan dalam pembehasan di atas bahwasanya terjadinya perubahan menjadi lebih baik pada diri siswa tidak hanya disebabkan oleh faktor penyampaian materi pembelajaran oleh guru yang baik dan mudah dicerna oleh peserta didik, akan tetapi perubahan itu murni dari kehendak peserta didik itu sendiri. Oleh karena itu tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah menjadikan peserta didik mau dan mampu belajar secara efektif dan efesian (tepat sasaran). Dan media pembelajaran adalah sarana yang cukup meringankan tugas guru untuk proses pembelajaran.
Proses Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai hasil dari sejumlah pengalaman yang ditempuh, baik bersifat pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Karena belajar merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang siswa, makan belajar hanya akan terjadi apabila siswa memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk berubah sesuai dengan potensi dan kemampuannya.
Proses belajar dapat terjadi bukan saja oleh adanya suatu kesadaran (berpikir), tetapi juga dapat terjadi oleh naluri, yang ada pada diri individu. Persoalannya, apa itu naluri? Naluri, atau yang sering disebut juga insting, adalah suatu kemampuan yang dimiliki manusia di samping adalah kemampuannya bernalar (pengoperasian otak berpikir). Dalam naluri, atau insting peranan otak tidak lagi dominan. Mental-emosional individu juga turut ambil bagian dalam berperan menggerakkan individu melakukan suatu aktivitas. Dalam konsep Freud (Sigmund Freud, 1856-1939), naluri atau insting adalah representansi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) pada tubuh yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh. Menurut Freud naluri akan menghimpun sejumlah energy psikis apabila suatu kebutuhan muncul, dan pada gilirannya naluri ini akan menekan atau mendorong individu untuk bertindak kearah pemuasan kebutuhan yang nantinya bisa mengurangi ketegangan yang ditimbuljan oleh tekanan energy psikis tersebut. Contoh, apabila tubuh membutuhkan makan, maka energi psikis akan terhimpun dalam naluri lapar yang. Mendorong dan menggerakkan individu untuk bertindak memuaskan kebutuhan akan makanan (memakan makanan). Dari sini diperoleh gambaran bahwa pada naluri terdapat empat macam unsur, yaitu : sumber, upaya, objek, dan dorongan. Sumber dari naluri adalah kebutuhan upaya adalah mengisi kekurangan atau memuaskan kebutuhan; sedangkan objeknya dalah hal-hal yang bisa memuaskan kebutuhan (misalnya makanan bagi naluri lapar). Naluri itu bersifat mendorong atas diri Individu untuk bertindak dan bertingkah laku (Freud, dalam Teori-teori Kepribadian, E. Koswara, 1991) Naluri juga diartikan, misalnya : 1) sebagai dorongan hati, atau nafsu yang dibawa sejak lahir ; merupakan pembawaan alami yang secara tidak didasari mendorong indivudu berbuat sesuatu; 2) perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak pernah dipelajari lebih dulu, misalnya dalam mempertahankan kelangsungan hidup ;3) sebagai  serangakaian kegiatan reflex (kegiatan psiko-fisik yang berlangsung diluar perintah otak) yang terkoordinasi; dan 4) sebagai sederetan reaksi-reaksi psiko-fisik yang tidak bergantung kepada pengalaman-pengalaman terdahulu (Kamus Besar Bahsa Indonesia, 1999).
Suatu peristiwa belajar yang digerakan oleh naluri, atau berlangsung secara “tidak disadari” oleh individu dapat dicontohkan, misalnya seorang siswa yang prestasi belajarnya kurang baik suatu saat ikut mengalami kesedihan yang dialami oleh rekan dalam kelompok sebayanya, yang tidak naik kelas karena prestasi belajarnya yang lebih buruk daripadanya. Dari kenyataan itu siswa tersebut, berdasarkan nalurinya (misalnya oleh naluri “tanatos” atau naluri kematian, yang muncul dalam bentuk rasa takut tidak naik kelas, dan takut dimarahi orang tuanya sendiri kalau tidak naik kelas. Tidak naik kelas dan dimarahi oleh orang tua bagi siswa ini merupakan “kematian”), akhinya belajar agar tidak sampai mengalami apa yang dialami oleh teman dalam kelompok sebayanya tersebut. Misalnya, ia selalu berusaha mengerjakan pekerjaan rumah, atau tugas-tugas yang diberikan guru di sekolah, dan bersikap lebih patuh pada gurunya. Semua itu dilakukan bukan oleh kesadarannya, namun oleh naluri “tanatos” yang muncul dalam bentuk rasa takutnya. Atau, seseorang yang secara refleks ikut melakukan gerakan-gerakan suatu jurus bela diri yang sedang diperagakan oleh seseorang lainnya. Gerakan-gerakan yang secara refleks itu dilakukan oleh dorongan nalurinya dalam mepertahankan diri. Lain halnya dengan yang digerakkan oleh kesadaran. Individu belajar karena kesadarannya, misalnya atas kesadaran tentang manfaat belajar itu sendiri. Ia percaya bahwa belajar bermanfaat meningkatkan kualitas dirinya. Dengan belajar. Antara lain ia akan dapat mengetahui sesuatu yang sebelumya tidak diketahui; ia akan memahami sesuatu yang tadinya tidak dipahami; dan ia akan dapat melakukan sesuatu (bersifat psikomotoris) yang sebelumnya tak dapat dilakukannya.
Proses yang disebut sebagai belajar ini didefinisikan bermacam-macam. Definisi tersebut dirumuskan berdasarkan pada sudut pandang dan pendekatan yang digunakan. Misalnya, 1) belajar sebagai suatu proses pertumbuhan yang dihasilkan oleh pertumbuhan berkondisi stimulus dan respon ; 2) belajar sebagai suatu gejala aktivitas ppsiko-fisik individu dalam proses “menjadi”. Atau , 3)  belajar sebagai suatu bentuk aktivitas tertentu yang berlangsung di dalam aktivitas interaksi antar individu dengan individu lainnya suatu kelompok sosial.
Sementara, para behaviourist (penganut psikologi behaviour) memastikan bahwa belajar pada dasarnya adalah menghubungkan sebuah respons tertentu pada sebuah stimulus yang tadinya tidak berhubungan. Respons tertentu ini kemudian diperkuat ikatannya melalui bermacam-macam cara yang terkondisi.
Sedangkan bagi penganut teori “Gestalt” (sebuah teori yang berasal dari Jerman, hijrah ke Amerika bersama tokoh-tokohnya, W. Kohler, K. Koffa, dan M. Wertheimer), hakikat belajar adalah penemuan hubungan unsur-unsur di dalam ikatan keseluruhan. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berikutnya, belajar didefinisikan, misalnya sebagai proses perubahan tingkah laku yang terjadi dalam suatu situasi yang berarti secara individual. Proses yang terjadi secara individual di dalam suatu situasi, bukan terjadi di dalam suatu ruang hampa. Situasi belajar ini ditandai dengan adanya motif-motif yang ditetapkan dan, atau diterima oleh peserta belajar. Pelaku belajar menerapkan sendiri motif belajarnya, atau pihak luar dirinya (misalnya guru) yang menetapkan motif tersebut.
Kadang-kadang suatu proses belajar tidak dapat mencapai hasil yang maksimal disebabkan oleh tidak adanya kekuatan pendorong\, misalnya karena individu tidak atau belum mengetahui tujuan dan manfaat belajar, serta tidak memiliki motivasi belajar  yang kuat. Motivasi yang sehat perlu ditumbuhkan secara integral (terpadu) di dalam dunia belajar, yakni diambil dari dalam sistem nilai lingkungan hidup individu, dan ditunjukan pada penjelasan tugas-tugas perkembangan individu sebagai peserta belajar.
Motivasi yang berdaya dorong besar biasanya adalah motivasi yang bersifat intrinsic  (yang berasal dari dalam diri sendiri). Contohnya, jika pelaku belajar dapat melihat dengan jelas, atau individu mengerti dan memahami hubungan-hubungan antara nilai, dan tugas-tugas perkembangannya, maka ia akan dapat menjadi cukup tangguh mengahadapi kesulitan-kesulitan, rintangan-rintangan, dan situasi-situasi yang kurang menyenangkan saat melakukan aktivitas belajar.
Motivasi dapat diaksentuasi (dititik beratkan) dari sudut kebutuhan individu sebagai pelaku belajar. Apabila upaya individu sebagai pelaku belajar telah mengahasilkan suatu pola tingkah laku  yang sesuai dengan tujuan semula, proses belajar dapat dikatakan mencapai titik akhir sementara. Pola tingkah laku tersebut terlihat pada perbuatan, reaksi-reaksi dan sikap individu pelaku  belajar, secara fisik maupun mental.
Hal ini menjelaskan bahwa hasil belajar tidak pernah terpisah-pisah (antara yang utama dengan yang mengiringinya). Hasil yang dicapai kemudian akan mendapatkan tempat di dalam perbendaharaan pengetahuan peserta belajar. Dan setiap penambahan akan mempengaruhi struktur perbendaharaan tersebut secara menyeluruh lagi.
Individu di dalam proses belajar menghadapi situasi belajar secara pribadi (individu). Tiap situasi belajar akan dihadapi oleh dirinya sebagai individu yang utuh. Akhirnya, ketika proses belajar berlangsung, individu tidak dapat mengisolir (mengasingkan ; memisahkan) sebagain dari dirinya sebagai pribadi. Oleh sebab itu penting bagi guru untuk memperhatikan individual (perhatian yang diberikan kepada setiap individu murid, atau secara perorangan) dalam proses belajar-menajar yang dilakukannya. Tidak melulu menggunakan pendekatan klasikal (dari kata kelas. Perhatian yang diberikan kepada semua murid di kelas).
Dalam pengembangan KBK, kegiatan belajar siswa sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan sendiri pengetahuan dibawah bimbingan guru atau orang dewasa.
2.      Merupakan pola yang mencerminkan ciri khas dalam pengembangan keterampilan dasar mata pelajaran yang bersangkutan.
3.      Disesuaikan dengan ragam sumber belajar dan dan sarana belajar yang tersedia.
4.      Bervariasi dengan mengkombinasikan antara kegiatan belajar perseorangan, pandangan kelompok dan klasikal.
5.      Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa (Puskur, Balitbang Depdiknas, 2002: 13).
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa, kegiatan siswa dalam belajar benar-benar memberikan pelatihan kemandirian, kepercayaan diri sekaligus tanggung jawab siswa terhadap dirinya, sehingga belajar yang ditempuh benar-benar merupakan sesuatu yang syarat dan kaya dengan pengalaman, tidak hanya sebatas ruang kelas dengan situasi yang kaku dan statis, melainkan dapat memanfaatkan setiap kesempatan yang ada baik dalam lingkungan sekolah maupun diluar sekolah.
Demikian pula sumber materi, tidak hanya terbatas buku dan apa yang disampaikan guru, melainkan seluruh asset yang tersedia pada masyarakat dan lingkungan lainnya.
Selanjutnya terdapat beberapa prinsip kegiatan belajar mengajar (Puskur, Balitbang Depdiknas, 2002), yakni :
1.      Berpusat pada siswa
2.      Belajar dengan melakukan
3.      Mengembangkan kemampuan sosial
4.      Mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah ber-Tuhan.
5.      Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
6.      Mengembangkan kreativitas siswa
7.      Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
8.      Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik.
9.      Belajar sepanjang hayat.
10.  Perpaduan kompetisi, kerjasama dan solidaritas.
Korelasi antara Teknologi Kinerja Manusia dan Proses Belajar
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Kurikulum yang dikembangkan sekolah saat ini menuntut perubahan pendekatan pembelajaran yang mulanya berpusat pada guru (teacher centered learning) menjadi pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan masa depan anak yang harus memiliki keterampilan berpikir dan belajar (thingking and learning skils), seperti keterampilan memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thingking), kolaborasi, dan keterampilan berkomunikasi. Berbagai keterampilan yang diharapkan bisa dimiliki siswa dapat terwujud jika guru mampu mengembangkan rencana pembelajaran yang mendorong siswa untuk bekerja sama dan menantang siswa untuk berpikir kritis.
Selain pendekatan pembelajaran, siswa harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi canggih khususnya yang berbasis elektronik untuk mengelola pengetahuan dalam organisasi perlu dimanfaatkan secara optimal.
Sedangkan peranan guru dengan otoritasnya terbatas pada upaya perancangan suatu kondisi yang memungkinkan siswa untuk belajar, dengan berbagai prakarsa, motivasi dan tanggung jawab profesi yang dimilikinya.
KESIMPULAN
Dari pemaparan tadi maka dapat disimpulkan, bahwa : Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai hasil dari sejumlah pengalaman yang ditempuh, baik bersifat pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Karena belajar merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang siswa, maka belajar hanya akan terjadi apabila siswa memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk berubah sesuai dengan potensi dan kemampuannya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
KOMPONEN-KOMPONEN PROSES BELAJAR

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQbazWSZw45v5aNVW28SrJs9snamPMtGnhIfLPCsSXMfrKT_fc-z2YXc4kl7-Nx1ElBT07D45Ij2Ey9XLmipZdVEZN1xTFUWJKwNtHTHNYo_ZsWbPVem_OX8I_hiGUksKPWv4K-Gjy5ktk/s320/bu+ai+2.jpg


Korelasi antara Teknologi Kinerja Manusia dan Proses Belajar mengakibatkan peran siswa bergeser dari peran sebagai “Konsumen” gagasan (menyalin, mendengar, menghafal) ke peran sebagai “produsen gagasan (bertanya, meneliti, mengarang, menulis kisah sejarah dll). Peran guru berada pada fungsi sebagai “Fasilitator” (pemberi kemudahan berlangsungnya peristiwa belajar) dan bukan penghambat peristiwa belajar.”
DAFTAR PUSTAKA
Salma, Dewi dan Eveline Siregar. 2004. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Miarso, Yusufhadi. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana 2009.

Bambang, Warsita. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Dian Sukmara. 2005. Implementasi Program Life Skill dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Jalur Sekolah. Bandung : Mughni Sejahtera.

Udin. S, Winataputra. 1993. Proses Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta : PT. Bina Karya.