Selasa, Agustus 09, 2016

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Latar Belakang
Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.Dengan melihat ketentuan tersebut, maka telah jelas tentang pembentukkan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen harus dibentuk. Dan bahkan pada ketentuan selanjutnya dinyatakan bahwa pembentukkan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatnya 31 Desember 2002. Dan hal tersebutlah, yang dijadikan landasan dasar bagi pembentukkan suatu lembaga independen untuk mengawasi sector jasa keuangan.
Akan tetapi dalam prosesnya, sampai dengan tahun 2010. Perintah untuk pembentukkan lembaga pengawasan ini, yang kemudian dikenall dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih belum terealisasi. Kondisi tersebut menyebabkan dalam kurun waktu hampir satu decade, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidah dapat menjadi pengawas perkembangan perbankan yang belakangan ada banyak fenomena-fenomena negative. Seperti Kasus Bank Century yang melakukan penyimpangan tanpa ada ketakutan bertindak dan dikarenakan memang tidak ada lembaga tertentu yang menjadi pengawas. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini bisa menjadi penting, apabila dalam perkembangan praktek perbankan dan pengawasan perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan kepentingan..
Disisi yang lain, para pakar ekonomi mengemukakan pendapat mengenai OJK ini, bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mutlak dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Namun, RUU OJK harus dibahas simultan dengan paket RUU Keuangan lain, sperti RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU Pasar Modal serta amandemen UU Bank Indonesia, Perasuransian dan Dana Pensiun. Hal tersebut terungkap dalam seminar Reformasi. Sektor Keuangan memperkuat Fondasi, Daya Saing dan Stabilitas Perekonomian Nasional. Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia. Pemerintah mempunyai komitmen tinggi dan menjalankan mandat untuk melakukan reformasi di sektor keuangan.
   

A.    Pengertian dan Landasan Hukum OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali.
Menurut UU No 21 tahun 2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan OJK "adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini."
Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Diharapkan dengan dibentuknya OJK ini dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan agar adanya pengaturan juga pengawasan yang lebih terintegrasi.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24  tahun 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Setelah lebih dari tiga tahun akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan semasa pemerintahan Presiden Gus Dur. Undang-undang hasil amendemen ini disebut oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank sentral modern. Salah satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.
Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

B. Lembaga Jasa Keuangan
Industri Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (Khusus) berisi beberapa lembaga atau perusahaan yang dibentuk atau didirikan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat khusus, umumnya berkaitan dengan upaya mendukung program pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.
Lembaga atau perusahaan jasa keuangan tersebut adalah:
  1. Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit Perusahaan Penjaminan Kredit adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokoknya melakukan penjaminan kredit. Pembentukan Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit dimaksudkan untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengakses pendanaan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
  2. Perusahaan Penjaminan Infrastruktur Perusahaan Penjaminan Infrastruktur adalah persero yang didirikan untuk tujuan memberikan penjaminan pada proyek kerja sama pemerintah, badan usaha di bidang infrastruktur dengan cara penyediaan penjaminan infrastruktur.
  3. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) adalah lembaga yang secara khusus dibentuk untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Pembentukan LPEI ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  4. Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan adalah lembaga atau perusahaan yang dibentuk dengan tugas menyediakan fasilitas pembiayaan perumahan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat. Saat ini, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), atau biasanya disingkat PT SMF (Persero) adalah satu-satunya Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang didirikan di Indonesia.
  5. Perusahaan Pegadaian Perusahaan Pegadaian adalah perusahaan yang didirikan dengan maksud untuk membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya golongan menengah ke bawah melalui penyaluran pinjaman kepada usaha skala mikro, kecil, dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia.
  6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang didirikan dengan tugas dan fungsi menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun. BPJS dibentuk sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Lembaga Keuangan Mikro Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang secara khusus didirikan dengan maksud untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggotanya dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.

C. Pembentukan Status dan Temfat Kedudukan OJK

Pasal 2
1. Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK.
2. OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 3
1. OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. OJK dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan     Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni:
          Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.
              Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
          Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan
         Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
         Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.
          Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.
D.  Tujuan, Fungsi, dan Tugas OJK
Fungsi OJK adalah:
  1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
  2. Menjaga stabilitas sistem keuangan
  3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
  4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
Tujuan dalam pembentukan OJK:
  1. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
  2. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
  3. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
  2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
  3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
  1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
  • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
  • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
  • Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
  • Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:  manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
  • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
  • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  • Melakukan penunjukan pengelola statuter;
  • Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.


     
Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembal
Agar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan disertai dengan kajian-kajian akademis untuk lebih mematangkan konsep dan format lembaga itu sehingga keberadaan OJK benar-benar bermanfaat bagi pembangunan struktur kelembagaan perekonomian nasional.
Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang bertugas mengawasi dan menjaga stabilitas keuangan yang pada masa-masa sekarang ini sangat rawan dan beresiko tinggi.
Otoritas Jasa Keuangan harus di bangun dengan adanya komunikasi dan koordinasi yang efektif antar lembaga yang terkait.
Diharapkannya dalam pembentukan Otoritas Jasa Keuangan bisa menghindari jalan buntu dari undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR
2.      Daftar Pustaka
-http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Artikel+dan+Kertas+Kerja/Artikel/peran_otoritas_muslimin_anwar.htm
-http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/toswari/2016/08/22/peran-otoritas-jasa-keuangan-ojk-dan-bi/
-http://news.okezone.com/read/2016/08/03/20/399711/mayoritas-pegawai-bi-tolak-ojk
-http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2016/08/06/sedikit-menilik-otoritas-jasa-keuangan-menurut-uu-no-21-tentang-otoritas-jasa-keuangan/