Minggu, Juni 14, 2015

IMPLIKASI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN

A.    Latar Belakang
Kenyataan pendidikan di Indonesia memang masih memprihatinkan. Kita boleh berbangga dengan masuknya beberapa Universitas ternama sebagai bagian dari 500 Universitas ternama di dunia namun di sisi lain, masih sangat banyak warga bangsa ini yang tidak mendapatkan pendidikan secara layak. Fasilitas pendidikan yang tidak merata, pelayanan di dunia pendidikan yang belum merata dan cenderung terfokus ke pusat-pusat pendidikan di kota-kota besar adalah kenyataan yang dihadapi setiap hari.Pendidikan adalah hal yang menjadi hak asasi manusia, siapapun dia. Oleh karena itu, aktifitas pendidikan adalah aktifitas seumur hidup.
Dalam perkembangannya, pendidikan mendapatkan beberapa pendasaran guna memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apa dan bagaimana itu pendidikan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, Kami mencoba membahas tentang salah satu pendekatan filosofis terhadap pendidikan, yaitu idealisme sebagai sistematika filsafat dan Implikasi Idealisme dalam Pendidikan.
Bahasan terhadap pendekatan ini akan dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu metafisika, epistemologis dan aksiologis. Dari aspek-aspek tersebut dapat ditarik kesimpulan, bagaimana sebenarnya pendekatan Idealisme terhadap Pendidikan dalam perspektif filosofis. Pendekatan-pendekatan itu pula yang membedakan satu aliran dengan aliran yang lainnya.
   B.     Masalah
Permasalahan pendidikan di Indonesia masih banyak dan beragam yaitu kualitas pendidikan yang masih rendah dan pemerataan pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan nasional masih belum tercapai, sehingga ketika pemerintah melaksanakan ujian nasional maka muncul beberapa permasalahan yang tidak seimbang antara kota dan desa terutama daerah-daerah di luar pulau jawa, maka hasil UN di Indonesia tidak seimbang antara perkotaan dengan pedesaan. Hal iu disebabkan oleh belum terpenuhi standar sarana-prasana, standar proses, standar kompetensi guru dan lain-lain.
  C.    Tujuan
Tulisan ini dibuat untuk membedah permasalahan pendidikan di Indonesia dengan melihat Implikasi dan aplikasi filsafat ilmu dalam pendidikan. Jika permasalahan itu dapat diselesaikan maka akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan di Indonesia.
  D.    Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah kita sebagai generasi muda harus mengetahui tentang filasat ilmu dalam pendidikan di Indonesia. Kita harus dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia pendidikan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
  A.    IMPLIKASI  FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
1.      Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implikasi adalah keterlibatan Dengan demikian Implikasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah keterlibatan filsafat imu dalam mengembangkan pendidikan
Beberapa ajaran filsafat yang  telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
Ø  Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah.Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
Ø  Idealisme, yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
Ø  Realisme, aliran ini berpendapat bahwa dunia batin atau rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
Ø  Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
2.      Konsep Filsafat Umum Idiologis
a.      Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
b.      Hakikat Realistis
Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran atau spirit atau roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran atau jiwa atau roh.
c.       Hakikat Manusia
            Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat spiritual atau kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu). Dari ketiga bagian jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan jiwa atau spiritnya, manusia adalah makhluk berfikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan.
3.      Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Beberapa aliran filsafat pendidikan, yaitu sebagai berikut :
1)      Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
      Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.  Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2)      Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme.
      Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
      Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
      Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
      Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
3)      Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos).Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
Plato adalah generasi awal yang telah membangun prinsip-prinsip filosofi aliran idealis. George WE Hegel kemudian merumuskan aliran idealisme ini secara komprehensif ditinjau secara filosofi maupun sejarah. Tokoh-tokoh lain yang juga mendukung aliran idealisme antara lain Plotinus, George Berkeley, Leinbiz, Fichte, dan Schelling serta Kant. Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah Imam Al Ghozali.
Ø  Konsep dasar Aliran Idealisme
Menurut paham Idealisme bahwa yang sesungguhnya nyata adalah ruh, mental atau jiwa. Alam semesta ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada manusia yang punya kecerdasan dan kesadaran atas keberadaannya.Materi apapun ada karena diindra dan dipersepsikan oleh otak manusia. Waktu dan sejarah baru ada karena adanya gambaran mental hasil pemikiran manusia.Dahulu, sekarang atau nanti adalah gambaran mental manusia. Ludwig Noiré berpendapat "The only space or place of the world is the soul," and "Time must not be assumed to exist outside the soul”.
  B.     IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU  DALAM PENDIDIKAN
1.      Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implementasi adalah penerapan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah penerapan filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
2.      Implementasi Terhadap Pendidikan
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Educationdan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealismesangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.
Paramurid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
3.      Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
4.      Kurikulum Pendidikan
      Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan atau pekerjaan.
      Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook.Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.

5.      Metode Pendidikan
      Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia (Callahan and Clark,1983).
6.      Peran Guru dan Siswa
      Para filusuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa. Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982).
      Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
a)      Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
b)      Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa;
c)      Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
d)     Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid;
e)      Guru menjadi teman dari para muridnya;
f)       Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar;
g)      Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
h)      Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya;
i)        Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
j)        Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
k)      Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar;
l)        Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
m)    Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
n)      Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu memiliki peranan penting dalam keterlibatan dalam pengembangan imu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan dan implementasinya dalam pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan di dunia ini mengikuti aliran-aliran filsafat pendidikan yang ada yaitu:
            1.     Filsafat pendidikan progresivisme, yang didukung oleh filsafat pragmatism;
            2.     Filsafat pendidikan esensialisme, yang didukung oleh idealisme dan realisme;
            3.     Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.

DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, Alan, C., & Levine, Daniel, U., (ed.), 1988, An Introduction to The Foundation of Education, Houghton Miftin Company: Boston.
Winch, Christoper & John Gingell, 1999, Philosophy of Education: The Key Concepts (2nd ed.). Routledge: London.
Wakhudin dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI Bandung.
Dr. Maufur. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung. CV. Bintang WarliArtika.