PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu sektor
vital dalam usaha pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara.
Sejarah mencatat bahwa negara yang memiliki pola pengembangan
pendidikan yang baik disertai dengan perhatian yang tinggi pula pada
dunia pendidikannya, negara tersebut akan mengalami kemajuan yang
lebih tinggi dan lebih pesat dibandingkan dengan negara lain yang
menomorduakan atau menomor sekiankan masalah pendidikan.
Namun, perhatian yang besar saja
tidaklah cukup. Para praktisi dan akademisi harus berupaya keras
untuk melakukan inovasi tiada henti dalam mengelola dan mengembangkan
pendidikan. Inivasi tersebut harus didasarkan pada tujuan guna
meningkatkan kualitas pendidikan, yang pada akhirnya bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk insan cerdas kompetitif
dan bermartabat.
Secara umum, inovasi didefinisikan
sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu
yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain.1
Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama dengan
teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan
instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan
sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi
dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Fullan (1996) menerangkan bahwa
tahun 1960-an adalah era di mana banyak inovasi-inovasi pendidikan
kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru,
mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran
individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam
hal ini adalah sistem belajar mandiri. Berbicara mengenai inovasi
(pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery.
Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil
karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu benda yang
sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat
diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan
kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim
(1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa
sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu
hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery.
Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan
masalah (Subandiyah 1992:80). Faktor-faktor yang dijadikan
Pertimbangan pihak adopter dalam membuat keputusan untuk menerima
atau menolak produk suatu inovasi jika dikaitkan dengan pemikiran
Everett M. Rogers (1983) dalam diffusion of innovasion dipengaruhi
oleh 5 (lima) karakteristik inovasi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latarbelakang di
atas dan juga tujuan dari pengertian inovasi pendidikan maka dapat
dirumuskan bahwa makalah ini terbatas pada apa saja karakteristik
inovasi pendidikan itu?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja karakteristik inovasi
pendidikan itu untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi para pembaca
(terutama insan-insan pendidikan) dalam menentukan keputusan apakah
akan menggunakan sebuah produk inovasi pendidikan dalam kehidupan
sehari-hari.
D. Manfaat Penulisan
Semoga makalah ini dapat mengetuk
pintu hati dan membuka mata pemerintah, guru-guru, para orang tua
serta orang-orang yang bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di Negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Inovasi
Pendidikan
Faktor-faktor yang
dijadikan pertimbangan pihak adopter (pengguna inovasi) dalam
membuat keputusan untuk menerima atau menolak produk suatu inovasi
jika dikaitkan dengan pemikiran Everett M. Rogers (1983) dalam
diffusion of innovasion dipengaruhi oleh 5 (lima) karakteristik
inovasi yaitu :2
1. Relative advantage
(Keunggulan relatif)
Para
adopter akan menilai apakah suatu Inovasi itu relatif
menguntungkan atau lebih unggul dibanding yang lainnya atau
tidak. Untuk adopter yang menerima secara cepat
suatu inovasi, akan melihat inovasi itu sebagai sebuah
keunggulan.
Keunggulan
relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih
baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur
dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan,
kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan
oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Compatibility
(Kompatibilitas/Konsisten)
Kompatibilitas
adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan
nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan
pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu
tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu
tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi
yang sesuai (compatible).Adopter juga akan mempertimbangkan
pemanfaatan inovasi berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai,
pengalaman dan kebutuhannya.
3. Complexity
(Kompleksitas/kerumitan)
Kerumitan
adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk
dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan
mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula
yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh
pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat
diadopsi.
Adopter
atau pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau
kompleksitas yang akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi.
Artinya bagi individu yang lambat mamahami dan
menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih
tinggi dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan
tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang
untuk mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.
4. Trialability (Kemampuan untuk
dapat diuji)
Kemampuan
untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat
diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan
dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi,
agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu
menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Kemampuan
untuk dapat diuji bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian.
Mempunyai kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para
adopter untuk mengurangi ketidakpastian mereka terhadap inovasi itu.
5. Observability (Kemampuan untuk
dapat diamati)
Kemampuan untuk diamati adalah
derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain.
Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin
besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif;
kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan
kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka
semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
Dengan kemampuan untuk diamati akan
mendorong adopter untuk memberikan penilaian apakah inovasi
itu mampu meningkatkan status sosial mereka di depan orang lain
sehingga dirinya akan dianggap sebagai orang yang inovatif.
Vanterpool (1990) mengatakan bahwa
karakteristik inovasi yang memprediksikan kemungkinan besar akan
sukses secara implisit terdapat dalam pertanyaan sebagai berikut:
1.
Relative advantage (compare
with what exists), artinya relatif berguna dibandingkan dengan yang
telah ada sebelumnya. Pertanyaannya apakah dengan inovasi tersebut
akan lebih efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran?, Akankah
memelihara sumber yang lebih efisien? Dan apakah inovasi tersebut
akan berdampak pada program keseluruhan?
2.
Compatibility (consistent
with values, xperiences, needs), artinya apakah inovasi tersebut akan
konsisten terhadap nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhan para
adopter. Apakagh inovasi tersebut akan sesuai dengan aspek-aspek
program yang telah direncanakan? Dan apakah inovasi tersebut akan
diterima?
3.
Testability (can be tried on
an experimental basis), artinya seberapa jauh inovasi tersebut bisa
diujicobakan di sekolah-sekolah atau di lembaga pendidikan?
4.
Observability (can be seen in
action), artinya apakah inovasi tersebut dapat diperlihatkan secara
nyata hasilnya kepada para peserta didik? Apakah kita bisa melihat
variasi-variasi saat mengaplikasikan inovasi tersebut?
5.
Complexity (ease of use),
apakah guru-guru memerlukan pelatihan untuk mengaplikasikan inovasi
tersebut? Dan apakah akan menambah tugas kerja guru?
Seorang inovator pendidikan harus
mengetahui dan memahami karakteristik inovasi pendidikan agar tidak
sia-sia dalam pelaksanaannya. Di saat kita membuat inovasi, kita
harus yakin dulu apakah inovasi tersebut efisien, dapat diuji, dapat
diamati, pasti dan bermanfaat atau tidak. Jika tidak memenuhi ke lima
kriteria di ats, hendaknya kita berfikir seribu kali untuk
memperkenalkan produk inovasi kita kepada publik.
Rogers
(1983) mengemukakan ada 4 faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi :
- Struktur sosial adalah Susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Struktur ini memberikan keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu/unit dalam suatu sistem sosial tertentu
- Norma sistem adalah derajat ketidaksesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi
- Pemimpin opini yaitu orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial
- Agen peubah adalah orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tertentu untuk mempengaruhi kliennya
B. Kasus dan solusi
Contoh
kasus
Adanya inovasi pendidikan yang tidak
memenuhi karakteristik yang ada maka inovasi yang dikembangkan tidak
akan berpengaruh pada pembelajaran. Missalnya metode ceramah pada
anak berkebutuhan khusus, metode itu tidak akan berhasil karena
siswa-siswanya yang memiliki hambatan dan kebutuhan beragam. Misalkan
metode ceramah digunakan untuk anak tunagrahita memiliki IQ yang di
bawah rata-rata dan memiliki mental yang kurang.
Solusi
Untuk
menanggulangi masalah diatas maka perlu adanya inovasi dalam
mengembangkan metode pembelajaran. Hal yang pertama dilakukan sebelum
menentukan metode yang tepat adalah melakukan assesmen pada siswa.
Assesmen berfungsi untuk mengetahui hambatan dan kebutuhan siswa.
Setelah itu tentukan metode pembelajaran yang tepat bagi siswa sesuai
dengan hambatan dan kebutuhannya.3
BAB III
KESIMPULAN
Seorang inovator pendidikan harus
mengetahui dan memahami karakteristik inovasi pendidikan agar tidak
sia-sia dalam pelaksanaannya. Di saat kita membuat inovasi, kita
harus yakin dulu apakah inovasi tersebut efisien, dapat diuji, dapat
diamati, pasti dan bermanfaat atau tidak. Jika tidak memenuhi ke lima
kriteria di ats, hendaknya kita berfikir seribu kali untuk
memperkenalkan produk inovasi kita kepada publik.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian
(compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk
diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat
kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi. Namun untuk lebih yakin
akan keberhasilan inovasi yang kita ciptakan, kita harus terlebih
dahulu memperhatikan faktor-faktor utama dalam pendidikan yakni guru,
siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.
Penulis menyarankan kepada seluruh
insan pendidikan ataupun pihak-pihak yang berwenang untuk menentukan
kebijakan pendidikan, untuk senantiasa memahami esensi dari lahirnya
sebuah inovasi. Apalah artinya sebuah inovasi jika diciptakan hanya
demi mengundang decak kagum orang saja. Inovasi harus jelas-jelas
nyata menfaatnya bagi peningkatan kualitas input, proses dan output
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Rogers, E.M. (1983) , Diffusion Of
Innovations, London : Collier Macmillan Publisher.
Soekanto, Soejono (1990). Sosiologi
Suatu Pengantar , Jakarta
: Rajawali Pers.
https://inopendplb3.wordpress.com/inovasi
pendidikan. 19 oktober 2015, 20.25