Jumat, Juni 17, 2016

materi 6 kajian teknologi kinerja



MATERI 6
KAJIAN TEKNOLOGI KINERJA

***************************************************************************
Di dalam lembaga apapun yang bersentuhan langsung dengan masyarakat terutama yang menyangkut pelayanan publik hal penting yang paling dituntut adalah performa lembaga tersebut baik manusia, birokrasi/prosedur hingga teknologi pendukung. Contohnya jika kita hendak membuat KTP atau SIM. 
Kita pasti ingin mendapatkan dua surat penting tersebut lebih cepat, kalau bisa tidak hitungan hari lagi namun jam. Alih-alih mewujudkan harapan tersebut, yang terjadi kerap kali adalah sebuah pemandangan pola kerja manusia yang lamban, birokrasi beberapa meja, dan teknologi usang yang terlihat aneh di jaman hi-tech ini. Lalu ilmu kebatinan pun dimunculkan, “mengapa kinerja lembaga ini begitu buruk? Tidakkah ada usaha untuk memperbaiki performa kerja mereka?” Hasilnya adalah kekecewaan masyarakat karena bagaimanapun alasan situasional yang dikemukan oleh lembaga telah menimbulkan persoalan-persoalan antara lain:
*     Pemborosan waktu
*     Pemborosan biaya kedua belah pihak
*     Ketidakefektifan proses pembuatan
Melihat berbagai masalah di atas maka yang dibutuhkan adalah sebuah proses perbaikkan atau peningkatan performa. Performa siapa? Tentu semua unsur yang terlibat di dalam lembaga atau instansi yang ada, yang memiliki kepentingan langsung dengan publik.
Lalu bagaimana dengan dunia pendidikan? Apakah unsur di dalam pendidikan juga membutuhkan peningkatan performa? Jawabnya adalah ya dan harus karena pendidikan adalah bidang yang memiliki hubungan paling dekat bahkan melekat dengan masyarakat yaitu peserta didik dan pengguna output dari pendidikan tersebut.
Dengan merujuk pada tulisan Michael Molenda dan James A. Pershing “Improving Performance”  dalam buku Educational Technolog: A Definition with Commentary karya Alan Januszweski and Michael Molenda (2008), makalah ini akan mengulas bagaimana teknologi dapat dipakai untuk menambah keterlibatan unsur pendidikan dalam rangka meningkatkan kinerja manusia. Batasannya adalah pada peningkatan performa dengan keterlibatan pendidikan bukan seluas yang dimaksud oleh HPT (human performance technology) atau teori manajemen.
A.  MENINGKATKAN KINERJA
Menurut Association for Educational Communications and Technology atau disingkat AECT (2004), Teknologi Pendidikan (TP) didefinisikan sebagai “the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.” Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya yaitu untuk:
*   Memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran agar efektif, efisien dan menarik; dan
*   Meningkatkan kinerja.
Dalam teknologi pendidikan improving performance atau diterjemahkan sebagai meningkatkan kinerja lebih sering merujuk pada suatu pernyataan mengenai keefektifan; bisa merupakan cara-cara yang diharapkan membawa hasil yang berkualitas, produk yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang efektif, dan perubahan-perubahan kompetensi yang dapat diterapkan di dunia nyata.
Makna belajar itu pun menhBelajar merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Efektif sering kali berdampak pada efisiensi, yaitu hasil yang dicapai dengan penggunaan waktu, tenaga, dan biaya seminim mungkin. Namun apa yang dimaksud dengan efisien sangatlah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Efisiensi dalam gerakan pengembangan instruksional sistematis didefinisikan sebagai menolong peserta didik mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya yang diukur dengan evaluasi terstruktur (tes, ulangan, dsb). 
Oleh sebab itu proses kegiatan belajar dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sistematis. Pandangan ini berbeda dengan pendekatan cara belajar konstruktivis. Cara pandang konstruktivis menekankan pada posisi peserta didiklah yang menentukan tujuan mereka sendiri dan bagian apa yang hendak dipelajari.
Belajar yang benar dan berhasil adalah apabila ilmu pengetahuan dapat dipahami secara mendalam, dialami, dan diterapkan untuk mengatasi masalah-masalah di dunia nyata, bukan berdasar hasil ujian atau ulangan. Konstruktivisme cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik dari landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat yang digunakan untuk memecahkan masalah. Itulah sebabnya efisiensi tergantung pada apa tujuan yang hendak dicapai dalam proses belajar.
Sementara kata performance atau kinerja merujuk pada dua hal yang saling berkesinambungan:
*     Kemampuan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kompetensi baru yang telah dicapainya; bukan sekedar mendapat pengetahuan kemudian stagnan, namun pengetahuan itu meningkatkan kompetensi dan kompetensi tersebut dapat diaplikasikan secara nyata.
*     Selain menolong peserta didik memiliki kompetensi yang lebih baik, alat dan ide-ide teknologi pendidikan dapat membantu para guru maupun perancang pembelajaran menjadi tenaga pendidik yang lebih mumpuni. Hasilnya mereka dapat menolong berbagai institusi mencapai tujuan dengan lebih baik.
Itulah mengapa teknologi pendidikan menyatakan dirinya sebagai salah satu bidang yang punya kemampuan untuk meningkatkan produktifitas pada level individu yaitu peserta didik dan tenaga pendidik hingga level organisasi.
Dalam tulisan Molenda dan Pershing makna peningkatan performa atau kinerja dibatasi pada keterlibatan teknologi dalam bidang pendidikan semata. Artinya bahwa teknologi dapat meningkatkan peran pendidikan untuk memperbaiki kinerja dan kualitas manusia.[1]
B. Peningkatan Kinerja Peserta Didik Sebagai Pribadi
Pembelajaran dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua  adanya teknologi  informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang sangat luar biasa. Dalam kerangka pembelajaran individual, teknologi pendidikan sebagai sebuah studi berupaya untuk meningkatan kinerja atau performa peserta didik melalui beberapa cara yaitu:
*     Memberi pengalaman belajar bernilai lebih dengan difokuskan pada tujuan yang hendak dicapai, bukan sekedar keberhasilan melewati serangkaian test terstruktur.
*     Alih-alih menghafal pelajaran, melalui pemanfaatan teknologi pengalaman-pengalaman belajar yang didapat diharapkan dapat membawa pada tingkat pemahaman yang lebih dalam. Jika proses belajar ini dibuat lebih bernilai dengan mendesainnya sedemikian rupa, maka pengetahuan dan kompetensi yang baru dapat tertransfer lebih baik lagi.
Individual learning atau pembelajaran individual dapat diartikan “the ability of individuals to experience personal growth in their interactions with the world around them.” (www.ask.com). Melalui pembelajaran individual peserta didik langsung mengalami apa yang dipelajarinya, membangun sebuah pemahaman dengan model self-discovery sehingga penghayatan akan makna pelajaran menjadi lebih dalam tertanaman. Ada sebuah pepatah Cina kuno yang mengatakan
“Apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat;
Apa yang saya lakukan, saya paham.”
Pembelajaran bernilai lebih yang dimaksud oleh teknologi pendidikan adalah bahwa melalui aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan:
a.    Tujuan pembelajaran yang berfokus pada tes atau ujian yang sifatnya sangat dangkal dapat diubah. Artinya bahwa pembelajaran bagi siswa bukanlah sekedar menggali kemampuan kognitif, apalagi pada tingkat kognitif yang rendah yaitu pengetahuan dan pemahaman. Tujuan pembelajaran yang sekedar “berhasil dalam ujian” sudah pasti tidak memberikan peningkatan performa pada peserta didik.
b.    Pengabaian pendidikan akan adanya multiple intelegensi pada peserta didik dapat dihindari. Menurut Howard Gardner, hakikatnya terdapat 7 tipe intelegensia anak (manusia secara umum), namun di sekolah hanya 2 tipe yang dimasukkan dalam intrakurikuler yaitu kemampuan berbahasa dan logika matematika. Sementara 5 intelegensia yaitu musik, kemampuan spasial, kinestetik, interpersonal, dan intrapersonal hanya merupakan tambahan. Konsekuensinya, output pembelajaran dalam pendidikan formal cenderung diasosiasikan dengan ilmu pengetahuan yang sempit, terbatas, dan pada tingkat yang redah.
c.    Pembelajaran dapat merambah pada semua tingkat atau ranah kemampuan peserta didik yang semestinya baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik (taksonomi Bloom). Oleh karenanya salah satu cara yang diusahakan oleh teknologi pendidikan untuk meningkatkan kinerja peserta didik adalah melalui praktek-praktek design pembelajaran (pendekatan ID sistematis – Morrison)a ang mengarahkan perencana pembelajaran berpikir tentang berbagai outcome pembelajaran dan mengklarifikasi pada level apa tipe pembelajaran yang diharapkan. Jika saja keadaan ini tercipta maka peserta didik lebih dapat menikmati pengalaman aktifitas-aktifitas belajar dan metode penilaian yang sesuai dengan kebutuhan belajar, bukan sekedar ujian yang terstandarisasikan.
d.   Kedalaman pembelajaran lebih mungkin dicapai. Hal ini untuk mengatasi apa yang sering terjadi dalam proses belajar yaitu belajar untuk menghafal. Weigel mengemukakan istilah pembelajaran di permukaan (surface learning) dan pembelajaran mendalam (deep learning) untuk memberikan perbedaan tujuan yang menyolok. Surface learning diwakilkan oleh kebiasaan penghafalan fakta, memperlakukan materi sebagai bagian-bagian informasi yang tidak berkaitan, dan melakukan prosedur rutin tanpa berpikir. Sebaliknya tujuan deep learning adalah mendorong peserta didik mengaitkan ide-ide dengan pengetahuan yang sudah didapat, mencari pola-pola utama, mempelajari pernyataan-pernyataan yang ada secara kritis, dan merefleksikannya dengan pemahaman mereka sendiri. Deep learning dapat terjadi dalam komunitas pembelajar yang berorientasi pada penyelidikan (inquiry-oriented). Komunitas ini bisa tercipta melalui aplikasi teknologi informasi dengan memanfaatkan web berbasis jaringan kerja seperti blog.
e.    Terjadi transfer pembelajaran dalam dunia pendidikan formal. Diakui bahwa teknologi dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang tinggi, sekaligus  menerapkan pengetahuan baru di luar ruang kelas. Artinya bahwa dengan teknologi transfer ilmu pengetahuan tidak terbatas semata dalam ruang kelas melalui design pembelajaran (disebut sebagai soft technology) yang disusun pengajar, namun juga melalui hard technology yaitu penciptaan dan pemanfaatan lingkungan dimana pembelajar dapat mempraktekan pengetahuan dan kemampuannya dalam dunia nyata.
Teknologi pendidikan tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja. 
Oleh karena kinerja peserta didik baik di sekolah maupun di tempat kerja dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknologi teknologi lunak seperti desain pembelajaran (ID) dan hard-tech, juga penciptaan dan pemanfaatan lingkungan di mana peserta didik dapat mempraktekkan dan mengaplikasi ilmu pengetahuan yang didapat dalam dunia nyata.
C. Peningkatan Kinerja Guru dan Para Perancang Pembelajaran
Aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan dapat menolong para tenaga pengajar menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan bernilai manusiawi. Teknologi pendidikan bagi pengajar memiliki manfaat luar biasa terutama dalam meminimalisir waktu pembelajaran dan meningkatkan efektifitas yang pada akhirnya dapat menambah produktifitas tenaga pengajar.
Beberapa langkah yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja guru dan perancang desain pembelajaran adalah seperti penjelasan singkat berikut ini.
1. Mengurangi waktu pembelajaran.
TP memberikan wawasan untuk membantu para guru dan para desainer(trainer)      mengurang waktu yang tidak efisien dalam pembelajaran melalui prosedur prosedur khusus dalam analisa kebutuhan dan analisa pembelajaran Melalui prosedur ini  mengetahui apa yang menjadi tujuan pasti Dari tujuan pasti dari proses pembelajaran (penyampaian materi) dngan tujuan itu lah proyek pembelajarn di mulai. Konsekuensinya guru dan para desainer mengurangi waktu pembelajaan yang tidak efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Menciptakan pembelajaran yang lebih menguntungkan dari segi biaya.
Desain pembelajaran yang sistemasis menolong para perencana pembelajaran          mencapai  hasil yang luar biasa menguntungkan.
3. Menciptakan pembelajan yang ramah.  pembelajaran lebih menarik.
Yang dimaksut dengan menarik disini sangat variasi tergantung kasus per kasus,    tetapi secara umum pembelajaran yang menarik memiliki beberapa pengertian:
a.       Menantang, memberikan ekspetasi yang tinggi.
b.      Memiliki kesesuaian dengan pengalaman peserta didik di masa lalu dan dimasa yang akan datang.
c.       Ada unsur humor dan permainan dalam pembelajaran.
d.      Mempertahankan perhatian siswa melalui hal-hal yang baru.
e.       Terlibat secara intelektual  dan emosional.
f.       Menggunakan berbagai bentuk penyajian.
Teknologi Pendidikan (TP) mempunyai sejarah panjang yang sangat menarik. Banyak inovasi-inovasi pembelajaran yang diinspirasi dari teroi kognitifisme, konstruktifisme, seperti problem base lerning yang didisaen untuk meningkatkan peserta belajar yang disampaikan oleh pengajar.
4.  Menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Banyak inovasi didalam Teknologi Pendidikan (TP)  yang berfokuskan dalam nilai-nilai kemanusiaan. Artinya murid adalah orang yang tidak dijejali ilmu saja atau dengan kata lain adalah memanusiakan murid. Hal ini sesuai dengan bentuk inovasi yang dibuat dengan melihat murid dari segi behaviourisme. Secara singkat dapat di samapikan bahwa hasil inovasi Teknologi Pendidikan (TP)  menempatkan peserta didik sebagai pemegang control dalam proses pembelajaran.[2]
D. Peningkatan Kinerja Organisasi
Pada awalnya teknologi diadopsi oleh organisasi adalah untuk meningkatkan produktifitas organisasi, terutama untuk memangkas biaya dan meningkatkan hasil. Itulah yang menjadi tujuan pemanfaatan teknologi di dunia bisnis dan industri. Namun tujuan ekonomis seperti ini boleh dikata kurang populer di organisasi atau lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi. Oleh sebab itu perlu dikaji lebih dalam lagi beberapa kemungkinan peran teknologi dalam meningkatkan produktifitas di organisasi pendidikan.
1.  Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
Efisiensi adalah doing things right (dengan benar) dan efektifitas adalah doing the right things (yang benar). Dalam dunia pendidikan kata efisiensi bisa dipandang sebagai rancangan, pengembangan, dan melakukan pembelajaran dnegan cara memanfaatkan sumber-sumber sekecil mungkin untuk mencapai hasil yang, paling tidak, sama atau lebih baik. Sementara kata efektifitas berarti melakukan perbuatan yang memang benar-benar bisa menolong peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yaitu menguasai pengetahuan, punya keahlian, dan terjadi perubahan sikap. Kita membutuhkan keduanya. Pembelajaran yang efisien menjadi kehilangan makna jika tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu pembelajaran yang menghasilkan hasil belajar yang diinginkan tetapi boros penggunaan biaya, tidak tepat waktu, atau tidak punya dampak menghasilkan lulusan yang tepat guna sama dengan pembelajaran yang tidak produktif.
2. Sebuah perspektif sistem bagi kinerja organisasi
Dalam pendidikan kalimat “hasil yang diinginkan” bisa bermakna berbeda sesuai dengan persepsi masing-masing orang. Oleh sebab itu perlu sebuah pengukuran what goals are worth pursuing and what indicators should be used to measure progress toward those goals” (hal.65). Banyak perdebatan yang dilakukan oleh ilmuwan pendidikan apakah memang ukuran keberhasilan yang dipakai oleh organisasi-organisasi bisnis dan industri (ekonomi) bisa dengan begitu saja diterapkan dalam organisasi pendidikan. Terlepas dari hal tersebut, pendekatan atau cara pandang sistem, secara total dan menyeluruh dapat membantu organisisi atau institusi pendidikan mendefinisikan dan mencapai tujuan yang berharga (output) dengan proses pembelajaran yang seefisien dan seefektif mungkin.
Esensi dari pendekatan sistem adalah melangkah ke belakang dan mencatat faktor apa saja yang terjadi di sekitar dan mempengaruhi kejadian-kejadian dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan melihat kondisi pembelajaran di kelas maka dapat diperoleh pemahaman lingkungan apa yang seharusnya diciptakan untuk mendukung strategi pembelajaran yang lebih berdampak.
Organisasi dapat meningkatkan produktifitas komponen yang ada di dalamnya, terutama faktor SDM nya dengan menolong mereka memperoleh pengetahuan yang baru, keahlian baru, dan menciptakan sikap baru yang lebih positif. Namun ada usaha lain yang lebih mendalam yaitu dengan mengubah kondisi-kondisi di dalam organisasi sehingga orang lebih dapat memiliki performa kerja lebih baik lagi untuk mencapai tujuan organisasi, dengan atau tanpa pembelajaran tambahan. Usaha perbaikan kinerja yang sifatnya noninstructional intervention seperti mencipatkan kondisi kerja yang lebih baik, alat kerja yang lebih memadai, dan memotivasi pekerja menjadi lebih giat dilabelkan sebagai HPT atau human performance improvement atau Teknologi Kinerja Manusia. Keseluruhan intervensi yang bersifat instruksional dan noninstruksional dalam organisasi merupakan usaha untuk mengembangkan atau meningkatkan kinerja organisasi.
3.  HPT
HPT atau Teknologi Kinerja Manusia menurut Pershing adalah “the study and ethical practice of improving productivity in organizations by designing and developing effective interventions that are result-oriented, comprehensive, and systemic.” HPT merupakan seperangkat metode, prosedur, dan strategi untuk memecahkan masalah dalam kerangka organisasi. Sesuai dengan namanya maka HPT bersentuhan langsung dengan potensi manusia sebagai sumber daya kerja dalam organisasi. Penanganan performa SDM dengan baik akan dapat meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Bagaimana departemen Human Resource atau Personalia mengelola karyawan untuk meningkatkan efektifitas kerja mereka adalah bidang yang ditangani oleh HPT. Intinya HPT mengkaji tentang upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja orang dalam suatu organisasi melalui pendekatan yang sistematis, sistematis dan ilmiah. Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah. Menurut Barbara B. Seels dan Rita C. Richey. dalamcTeknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi. Hal ini mencakup empat proses yaitu analisa, desain, pengembangan, dan produksi. Menurut teknolog kinerja yang pada akhirnya menolong kita melihat posisi teknologi pendidikan dalam HPT secara menyeluruh adalah bahwa pendidikan merupakan satu dari berbagai intervensi yang mungkin diterapkan dalam meningkatkan kinerja di tempat kerja.[3]

KESIMPULAN
Demikian apa yang dapat kami paparkan dalam makalah ini. Semoga dengan makalah ini, kita semakin mendapatkan gambaran yang jelas tentang tujuan utama dari Teknologi Pendidikan (TP ). Jadi dengan Teknologi Pendidikan (TP) ini diharapkan bisa memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran agar efektif, efisien, menarik, dan juga bisa meningkatkan kinerja. Peningkatan kinerja ini tentunya baik dari segi peserta didik, guru atau perancang desain pembelajaran, serta organisasi yang berkaitan. Dan kita juga bisa merenungkan apakah yang kita lakukan selama ini dalam bidang pendidikan sudah sesuai dengan tujuan pendidikan kita. Terimakasih.

















DAFTAR PUSTAKA

1.      Molenda, Michael & Alan Januszweski. 2008 “Educational Technolog: A Definition with     Commentary . New York.
2.      Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey.1995. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan    Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Jakarta: UNJ Agus Dwiyono.    2007.
3.      Sumber internet: www.Tpers.Net/ diakses 09 juni 2016 jam 20.30



[1] Molenda, Michael & Alan Januszweski. 2008 “Educational Technolog: A Definition with     Commentary . New York
[2] Seels, Barbara B. dan Rita C. Richey.1995. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan    Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Jakarta: UNJ Agus Dwiyono.    2007.

[3] Sumber internet: www.Tpers.Net/ diakses 09 juni 2016 jam 20.30