MATERI 7
TEKNOLOGI KINERJA DAN PROSES BELAJAR
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
A. Pendahuluan
Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang dengan sangat pesat sehingga sudah merupakan gejala dunia. Teknologi itu sudah menjadi bagian kebudayaan Indonesia sejak dikembangkannya sistem komunikasi satelit domestik.
Teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang dengan sangat pesat sehingga sudah merupakan gejala dunia. Teknologi itu sudah menjadi bagian kebudayaan Indonesia sejak dikembangkannya sistem komunikasi satelit domestik.
Santika (2007),
menyatakan bahwa pembelajaran dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan
pertama, adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan
kedua adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan
perkembangan yang sangat luar biasa. Konstruktivisme pada dasarnya telah
menjawab tantangan yang pertama dengan meredefinisi belajar sebagai proses
konstruktif di mana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses
interpretasi, korespondensi, representasi, dan elaborasi. Sementara itu,
kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat yang
menawarkan berbagai kemudaha-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan
terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside-guidedself-guided dan dari
knowledge-as-possesion menjadi knowledge-as-construction. Lebih dari itu, teknologi
ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbarui konsepsi
pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata suatu
penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan
agar mampu melakukan eksplorasi sosial-budaya yang kaya akan pengetahuan,
menjadi para pendidik (guru) sebagai potensi sumber daya manusia, harus
mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang utama yaitu
terselenggaranya proses pembelajaran bagi setiap orang, dengan dikembangkan dan
digunakannya berbagai sumber belajar selaras dengan karakteristik masing-masing
pebelajar (leaners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu
senantiasa berubah, maka pendidik harus senantiasa mengkuti perkembangan atau
perubahan itu, dan akan selalu dituntut untuk mengembangkan diri dalam
perubahan lingkungan dan zaman, termasuk perkembangan ilmu dan teknologi.
Untuk menciptakan
suatu proses pembelajaran yang efektif dan efisien dan mempunyai daya tarik,
maka seorang pendidik haruslah mampu merancang, menerapkan dan mengelola
teknologi dalam pembelajaran. Teknologi pembelajaran dapat dilihat sebagai
bidang yang mempunyai perhatian khusus terhadap aplikasi, meskipun prinsip dan
prosedurnya berdasarkan teori. Prawiradilaga (2007) menyatakan bahwa kawasan
bidang ini meliputi pengaruh nilai, penelitian, dan pengalaman praktisi,
khususnya pengalaman dengan teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Bidang
ini berkembang berupa pengetahuan teoritik dan pengetahuan praktis. Setiap kawasan
dibentuk oleh : (1) landasan penelitian dan teori; (2) nilai dan perspektif
yang berlaku; dan (3) kemampuan teknologi itu sendiri.[1]
B. Teknologi Kinerja dan Proses Belajar
Gerakan psikologi
konstruktivisme telah mempengaruhi terhadap Teknologi Pembelajaran. Menurut
pandangan konstruktivisme bahwa disamping adanya realitas fisik, namun
pengetahuan kita tentang realitas dibangun dari hasil penafsiran pengalaman.
Makna atas sesuatu tidak akan terlepas dari orang yang memahaminya. Belajar
merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah
ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Konstruktivisme
cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan
kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya,
baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat otentik
yang digunakan untuk memecahkan masalah. Nampaknya, ada semacam keengganan
terhadap adanya perumusan pengetahuan secara rinci yang harus dikuasai, dan
kengganan terhadap simplikasi atau regulasi isi, karena semua proses itu akan
meniadakan arti penting konteks yang kaya yang memungkinkan terjadinya
transfer.
Perspektif
alternatif lain yang mempengaruhi teknologi pembelajaran adalah dari kelompok
yang memandang penting atas keunggulan belajar situasional (situated learning).
Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan “tugas otentik” dan
berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan terjadi
bilamana pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara kontekstual”. Bila
orang menekankan pada belajar situasional, maka logika kelanjutannya adalah
memahami belajar sebagai suatu proses yang aktif, berkesinambungan dan dinilai
lebih pada aplikasi daripada sekedar perolehan.
Gerakan teknologi
kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga mengajukan perspektif
alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para teknololog kinerja cenderung
mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan tujuan organisasinya daripada tujuan
belajar. Teknologi kinerja sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah adalah
suatu produk dari berbagai pengaruh teori seperti cybernetic, ilmu manajemen,
dan ilmu kognitif (Geis, 1986).
Para teknolog
kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi
dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan
peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau
alokasi sumber sebagai intervensi.[2]
1.
Persepsi dan Belajar
Proses belajar tanpa
memperhatikan siapa yang belajar. Materi. Lokasi, jenjang pendidikan atau usia
pembelajar selalu dipengaruhi oleh persepsi peserta didik. Cara berpikir,
minat, atau potensi peserta didik dapat berkembang dengan baik jika memiliki
persepsi yang memadai. Prawiradilaga (2007), menyatakan bahwa tujuan belajar
sebenarnya adalah mengembangkan persepsi kemudian mewujudkannya menjadi
kemampuan-kemampuan yang tercermin dalam cara berpikir (kognitif), bekerja
motorik, serta bersikap.
2.
Pengertian Persepsi.
Prawiradilaga
(2007), memberikan pengertian persepsi dapat dilihat dari dua faktor penting,
yaitu:
a)
Konsep
dasar, yang menyatakan bahwa persepsi merupakan awal dari segala macam kegiatan
belajar yang bisa terjadi pada setiap kesempatan, disengaja atau tidak.
Persepsi terjadi
karena setiap manusia memiliki indera untuk menyerap objek-objek serta kejadian
disekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat mempengaruhi cara berpikir,
bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut
dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaftasi sikap,
pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut.
b) Persepsi
visual, merupakan proses yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengikuti,
menyadari, menyerap arti atau makna dari tampilan visual di sekitarnya secara
selektif. (Rieber, 1994). Manuasi terbiasa untuk berpikir secara visual atau
memiliki gambaran visual dalam otaknya.
c) Peranan
Persepsi
Persepsi dalam
belajar berpengaruh terhadap:
(1)
Daya ingat, dengan memanfaatkan tanda-tanda visual, seperti simbol, warna, dan
bentuk yang diterapkan dalam penyampaian materi, maka materi ajar menjadi lebih
mudah dicerna dan mengendap dalam pikiran seseorang.
(2)
Pembentukan konsep, pengembangan persepsi melalui pengaturan kedalaman materi,
spasi, pengaturan laju belajar, dan pengamatan. Selain itu, proses pengolahan
informasi berperan besar terhadap proses belajar. Isi dan struktur materi yang
baik adalah materi yang menarik, mudah dicerna, sesuai dengan kebutuhan
pembelajar. Pilihan yang cocok atas saluran komunikasi akan melengkapi
kemudahan terjadinya proses belajar.
(3)
Pembinaan sikap, interaksi antara guru (pengajar) sebagai narasumber dengan
pembelajar merupakan kunci dari pembinaan sikap. Pengajar dapat membina sikap
pembelajar dengan berusaha menjadi panutan (role model) untuknya. Keberhasilan
proses belajar dapat tercapai jika pengajar berhasil memberikan `gambaran
visual` yang baik begi pembelajar.
C. Peran Teknologi Kinerja dalam Proses Belajar
Stolovich &
Keeps (1992) mendefinisikan teknologi kinerja sebagai suatu terapan atau
praktek sebagai hasil evolusi dari pengalaman, rfleksi, perumusan konsep para
praktisi teknologi pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kerja
sesorang di tempat ia bekerja.
Teknologi kinerja
dalam proses belajar merupakan sesuatu yang memfokuskan pada penerapan kinerja
seseorang (human) dalam sebuah organisasi belajar dan pengaturan kerjanya dan
merupakan teknik atau merode untuk mengelola sistem pembelajaran secara efektif
dan efisien. Untuk meningkatkan kinerja seorang guru dalam proses belajar, maka
seorang pendidik, dalam hal ini guru harus mampu menganalisis, mendesain,
mengembangkan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi secara sistemik dan
sistematik dalam pengelolaan proses belajar.
Seorang guru sebagai
teknolog pendidikan yang diaplikasikan dalam prakteknya dalam kinerja, haruslah
mampu menerapkan langkah-langkah dalam mengelola proses belajar yang merupakan
kawasan dalam pembelajaran:
a.
Desain
Teori sistem umum
diterapkan melalui aplikasi model-model perancangan sistem pembelajaran,
terutama dengan didukung logika deduktif, penilaian praktek dan pengalaman yang
sukses. Hasil-hasil penelitian yang ada tentang desain sistematik dapat
mendukung terhadap komponen-komponen proses perancangan. Penelitian dan teori psikologi yang berkembang pun telah memberikan
kontribusi terhadap perancangan, baik yang dikembangkan oleh kelompok aliran
psikologi behaviorisme, maupun kognitivisme dan konstruktivisme. Selain itu,
sumbangsih teori dan penelitian psikologi tentang motivasi juga berpengaruh
terhadap proses perancangan. Teori
dan penelitian tentang Belajar-Mengajar memiliki pengaruh terhadap desain, baik
dalam penentuan tugas-tugas belajar, penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan
metode dan media pembelajaran, penentuan materi pembelajaran dan sebagainya. Teori komunikasi dan penelitian tentang
persepsi-atensi telah memberikan pengaruh terhadap proses perancangan, seperti
dalam tata letak, halaman, desain layar, desain grafis visual. Studi yang
dilakukan Flemming (1987) menyimpulkan tentang karakteristik-karakteristik
persepsi yang relevan untuk perancangan, meliputi : pengorganisasian,
perbandingan dan kontras, warna kemiripan, nilai dan informasi yang disajikan.
b.
Pengembangan
Proses pengembangan
bergantung pada prosedur desain, akan tetapi prinsip-prinsip utamanya
diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses belajar. Pada kawasan
pengembangan tidak hanya dipengaruhi oleh teori komunikasi semata, tetapi juga
oleh teori pemrosesan visual-audial, berfikir visual, dan estetika.
Teori Shannon dan
Weaver (1949) tentang proses penyampaian pesan dari pengirim kepada penerima
dengan menggunakan sarana sensorik. Berikutnya, pemikiran Belo tentang Model
SMCR (Sender, Massage, Channel, Receiver), dan beberapa teori lainnya dalam
bidang komunikasi secara umum telah menjadi landasan dalam proses pengembangan.
Proses pengembangan juga telah dipengaruhi oleh teori berfikir visual, belajar visual dan komunikasi visual. Teori berfikir visual sangat berguna terutama dalam mencari ide untuk perlakuan berfikir visual. Menurut Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur garis, bentuk, warna, tekstur, atau komposisi..
Proses pengembangan juga telah dipengaruhi oleh teori berfikir visual, belajar visual dan komunikasi visual. Teori berfikir visual sangat berguna terutama dalam mencari ide untuk perlakuan berfikir visual. Menurut Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Berfikir visual menuntut kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur garis, bentuk, warna, tekstur, atau komposisi..
Sementara itu,
prinsip-prinsip estetika juga menjadi landasan dalam proses pengembangan.
Molenda dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci seni yang digunakan
dalam perancangan visual, yaitu : pengaturan, keseimbangan dan kesatuan.
Teori dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum, prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan teknologi elektronik yang canggih.
Teori dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum, prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan teknologi elektronik yang canggih.
c.
Pemanfaatan
Pada mulanya gagasan
tentang pemanfaatan media lebih berkonotasi pada aspek-aspek penggunaan,
sehingga teori dan penelitian lebih dipusatkan pada hal-hal yang berkenaan
dengan pemanfaatan media, terutama mengkaji tentang masalah-masalah seputar
penggunaan media secara optimal, kemudian berkembang dengan mencakup pada upaya
difusi, karena bagaimana pun disadari bahwa pemanfaatan teknologi sangat
bergantung pada proses difusi. Rogers (1962) mengeksplorasi tentang gejala
difusi inovasi. Menurut Rogers, terdapat empat elemen utama yang beroperasi
dalam proses difusi, yaitu : (1) bentuk atau karakter inovasi itu sendiri, (2)
saluran komunikasi yang ada, (3) waktu, dan (4) sistem sosial yang berlaku.
Studi Havelock (1971) tentang model pengembangan dan penyebaran dan interaksi
sosial, lebih menekankan pada usaha-usaha menghubungkan para pemakai dengan
sumber pengetahuan baru. Studi Lazarfield (1944) mengungkapkan tentang
informasi yang sampai kepada para tokoh yang berpengaruh (opnion leaders), yang
pada awalnya berupa transfer informasi sederhana, kemudian informasi itu
diteruskan kepada para pengikutnya.
d.
Pengelolaan
Persoalan-persoalan
pengelolaan dalam bidang Teknologi Pembelajaran muncul akibat pengaruh aliran
perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek humanisme dalam
komunikasi, motivasi, dan produktivitas. Metodologi dan teori pengelolaan telah
banyak diaplikasikan pada berbagai bidang pengelolaan sumber dan proyek,
termasuk pengelolaan perubahan. Sebagian besar prinsip-prinsip pengelolaan
berasal dari manajemen/administrasi bisnis, seperti dalam pengelolaan proyek,
pengelolaan sumber dan efektivitas pembiayaan.
Pengelolaan sumber
telah lama menjadi masalah utama bagi guru dan petugas perpustakaan media
karena keduanya diharapkan sebagai manajer sumber belajar. Sekarang ini konsep
sumber lebih mengacu pada pengertian sumber belajar yang lebih luas dan bukan
sekedar diartikan sebagai sarana audio-visual, melainkan mencakup pula barang
cetak, lingkungan dan nara sumber (Eraut, 1989)
Akhir-akhir ini mulai
tumbuh perhatian mengenai efektivitas pembiayaan, sehingga kerangka teori
ekonomi pun mulai digunakan dalam teknologi pembelajaran, seperti penggunaan
teori ekonomi pengelolaan sumber yang dikembangkan oleh Henderson dan Quandt
(1980).
Kelanjutan dari
pengelolaan sumber ini adalan pengelolaan sistem penyampaian, yang berkaitan
dengan sarana, seperti perangkat lunak dan keras, dukungan teknis untuk
operator dan pemakai, serta karakteristik lain tentang pengoperasian sistem
teknologi. Ini merupakan era baru praktek mendahului analisis teoritik tentang
model.
Komponen terakhir
dari masalah pengelolaan adalah pengelolaan informasi. Teori informasi
melahirkan suatu landasan yang dapat digunakan untuk memahami dan memprogram
komputer. Hal ini berhubungan dengan perancangan dan penggunaan jaringan
komputer untuk tranmisi, penerimaan dan penyimpanan informasi. Penerapan teori
informasi ini jangkauannya semakin luas, dengan mencakup berbagai bidang
kehidupan.
e.
Penilaian
Analisis, asesmen
dan penilaian memainkan peranan penting dalam proses desain pembelajaran dan
teknologi pembelajaran. Pada awalnya, penilaian sering dihubungkan dengan
orientasi behavioristik. Tumbuhnya desain pembelajaran yang beorientasi pada
tujuan (tercapainya perubahan perilaku), sehingga memunculkan pengujian dengan
menggunakan acuan patokan. Hal ini terjadi pula dalam analisis kebutuhan atau
analisis masalah.
Dengan masuknya
pandangan kognitivisme dan konstruktivisme dalam desain pembelajaran, telah
membawa implikasi terhadap proses analisis kebutuhan dengan cakupan yang lebih
luas, yang tidak hanya berfokus pada isi semata, tetapi juga memberikan
perhatian pada analisis pembelajar, analisis organisasi dan analisis lingkungan
(Richey, 1992; Tessmer dan Harris, 1992). Penilaian dengan paradigma kognitif
lebih banyak diorientasikan untuk kepentingan fungsi diagnostik.
Teknologi
Pembelajaran yang dikelola dengan kinerja yang baik akan berpengaruh terhadap
proses belajar, yaitu : (a) replikabilitas pembelajaran; (b) individualisasi;
(c) efisiensi; (d) penggeneralisasian proses isi lintas; (e) perencanaan
terinci; (f) analisis dan spesifikasi; (g) kekuatan visual; (h) pemanfaatan
pembelajaran bermedia.
Kekuatan teknologi
pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri. Kemajuan dalam teknologi
akan banyak merubah hakekat praktek dalam bidang teknologi pembelajaran.
Teknologi telah memberikan prospek munculnya stimulus yang realistik,
memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang cepat,
menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak
antara pengajar dan pembelajar (Hannfin, 1992). Perancang yang terampil dan
kreatif dapat menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan
dalam : (a) mengintegrasikan media; (b) menyelenggarakan pengemdalian atas
pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas, dan bahkan (c) mendesain
kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang dan lingkungan
kerja setiap individu.
Teknologi, disamping
mampu menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media pembelajaran yang
lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di lapangan dengan
digunakannya sarana berbasis komputer untuk menunjang tugas perancangan.[3]
D. Peran Pendidik Dalam Dunia Pendidikan
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa
tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Proses
belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti,
setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita
mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula
proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978).
Dalam hal ini
pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar sekali. Di mana keyakinan
seorang pendidik atau pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua peserta
didik untuk belajar dan berprestasi merupakan suatu hal yang penting
diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak besar
terhadap iklim belajar dan pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar.
Pengajar harus mampu memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan
terlihat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001)
Proses pendidikan
merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak didik; juga
berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping
orde normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik
itu sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar,
tidak boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar
harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.
Barang siapa tidak
memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta pertimbangan rasional, dan
perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung
serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka pendidik yang
melakukan perbuatan sedemikian adalah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa
berbahaya secara sosial. Karena itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh
akal budi manusia itu sifatnya juga harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis
ini perbuatan tersebut akan membuahkan kesewenangwenangan terhadap
anak-didiknya.
Peran seorang
pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melakukan pembimbingan dan
pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama
bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan UU Republik
Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2.
Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam proses pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik.[4]
Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam proses pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik.[4]
Kesimpulan
Pembelajaran
dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan
persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua adanya teknologi
informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang sangat luar
biasa. Para pendidik (guru) sebagai potensi sumber daya manusia, harus
mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang utama yaitu
terselenggaranya proses pembelajaran bagi setiap orang
Kawasan
teknologi pendidikan dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis,
desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik
proses-proses maupun sumber-sumber belajar, tidak hanya bergerak di
persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan,
keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan
masalah belajar dan peningkatan kinerja.
Keterkaitan
antara teknologi kinerja dan proses belajar yaitu memiliki persamaan yang lebih
menekankan pada suatu hasil tertentu, bedanya teknologi kinerja memperhatikan hasil
kerja, sedangkan proses belajar mementingkan pencapaian hasil belajar.
Teknologi kinerja memiliki prosedur untuk bisa mencapai hasil seperti pemilihan
progran, analisi kebuthan, sampai evaluasi, sama halnya dengan proses belajar
ia juga mempunyai tat urutan yang terdiri dari masukan, kegiatan dan keluaran.
Contohnya menentukan strategi dan cara belajar agar tujuan utama bisa tercapai.
Seorang
guru sebagai teknolog pendidikan yang diaplikasikan dalam prakteknya dalam
kinerja, haruslah mampu menerapkan langkah-langkah dalam mengelola proses
belajar yang merupakan kawasan dalam pembelajaran, yaitu desain, Pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan dan Penilaian
1.
Seels, B. Barbara dan Richey, C. Rita. 1994.
Teknologi Pembelajaran. Definisi dan Kawasannya. Terjemahan: Dewi S.
Prawiradilaga. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
2.
Miarso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih
Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
3.
Prawiradilaga, D. Salma. 2007. Prinsip Disain
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
4. Prawiradilaga,
D.S, dan Siregar, Eveline. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
[1] Miarso,
Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
[2] Seels, B. Barbara dan Richey, C. Rita. 1994. Teknologi
Pembelajaran. Definisi dan Kawasannya. Terjemahan: Dewi S. Prawiradilaga.
Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
[3]
Prawiradilaga, D.S, dan Siregar, Eveline. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
[4]
Prawiradilaga, D. Salma. 2007. Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group