Senin, April 01, 2019

Dampak Metabolik dan Implikasi Dietetik pada Tindakan Medik Invasif


Dampak Metabolik dan Implikasi Dietetik pada Tindakan Medik Invasif

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kesehatan merupakan anugerah yang paling berharga bagi manusia. Ketika klien mengalami penyakit tertentu pergi berobat ke Rumah Sakit dengan harapan penyakitnya dapat disembuhkan. Perawatan dalam pelayanan kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Salah bentuk yang dapat meningkatkan derajat kesehatan yaitu dalam aspek gizi selain obat. Asupan makanan yang diperoleh dan jenis – jenis bahan makanan yang dikonsumsi ikut turut serta dalam meningkatkan kondisi tubuh yang sakit. Sumber infeksi sangat berhubungan dengan tindakan medik invasif kehigenisan dalam menyajikan makanan, teknik aseptik dalam pengolahan makanan, kesesuaian pemberian makanan dengan penyakit yang diderita pasien dan lain sebagainya.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang tindakan invasif pada penyakit batu ginjal yang secara umum dapat memberikan gambaran untuk memberikan tindakan medik invasif pada penyakit lainnya.

1.2       Rumusan Masalah
1.      Apa itu tindakan medik invasif secara umum dan tindakan invasif dalam penyakit gagal ginjal?
2.      Apa saja dampak metabolik yang diakibatkan oleh tindakan medik invasif?
3.      Implikasi dietetik apa saja yang perlu diperhatikan pada persiapan dan pasca tindakan medik invasif?

1.3       Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi tindakan medik invasis secara umum dan tindakan medik invasif dalam penyakit gagal ginjal.
2.      Untuk mengetahui dampak metabolik yang diakibatkan oleh tindakan medik invasif.
3.      Untuk mengetahui Implikasi dietetik apa saja yang perlu diperhatikan pada persiapan dan pasca tindakan medik invasif?
BAB II
ISI

2.1       Pengertian Tindakan medik Invasif
Tindakan Invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh. Jadi, tindakan medis dapat dilakukan antara lain dengan tiga cara, yaitu:
1.      Penegakan diagnosa;
2.      Melakukan terapi (pengobatan), 
3.      Melakukan tindakan invasif.
Tindakan invasif sebenarnya merupakan bagian dari terapi.  Namun, karena tindakan ini sangat sarat dengan aspek etik, hukum dan medis (misalnya dengan melukai tubuh pasien saat melakukan tindakan operasi), maka dalam penulisan ini dikelompokkan menjadi bagian yang berdiri sendiri. Risiko tindakan medis dapat terjadi dalam setiap rangkaian proses pengobatan, seperti pada penegakan diagnosa, saat dilakukan operasi, penentuan obat dan dosisnya, pasca operasi dan lain sebagainya. Risiko medik juga dapat terjadi di semua tempat dilakukannya pengobatan: di rumah sakit, klinik, praktik dokter, apotik, di rumah pasien, di tempat umum (pada kegiatan
immunisasi, misalnya), dan lain-lain.

2.2       Tindakan Medik Invasif pada Pasien Batu ginjal
BATU ginjal merupakan penyakit yang menyerang organ ginjal dan saluran kemih, umumnya terjadi pada pria berumur 20-40 tahun. Penyakit ini menghambat fungsi ginjal dalam mengeluarkan sampah metabolisme dan penyerapan kembali bahan-bahan yang masih dibutuhkan tubuh. Minum sebanyak mungkin, meskipun tidak haus, direkomendasikan dapat mencegah dan menghilangkan batu ginjal.
Namun, tidak seluruh batu ginjal dapat lenyap hanya dengan terapi air putih. Ada beberapa kasus yang mengharuskan dokter mengambil tindakan medis untuk mengangkat batu ginjal pada pasien. 
Tindakan medis untuk pengambilan batu ginjal yang umum adalah dengan teknik invasif (operasi/ pembedahan) dan non-invasif (non operasi/non pembedahan).
Teknik invasif terbagi dalam dua teknik. Pertama, dokter melakukan tindakan percutaneus nephrolithotripsy (PCNL), yaitu teknik pembuangan batu ginjal melalui pembuatan lubang kecil di pinggang. Kedua, dokter melakukan operasi terbuka dengan cara operasi besar pada pasien batu ginjal. Kedua teknik ini mengharuskan pembiusan dan perawatan inap pada pasien. Contoh teknik invasif yaitu hemodialisis, endourologi, pemberian dengan obat dll.
Pada teknik non-invasif, dokter memberikan resep obat untuk mengurangi rasa nyeri dan pemakaian teknik Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL). Beberapa obat batu ginjal memang memberikan tingkat kesembuhan yang baik. Namun, tidak seluruh pasien batu ginjal dapat sembuh hanya dengan minum obat.
Besar batu ginjal dan batu saluran kemih dapat dipecahkan tanpa operasi kecuali batu tersebut terlalu besar atau ada kelainan di saluran kencing yaitu dengan menggunakan alat ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah terapi non-invasif (tanpa operasi/bedah) untuk memecahkan batu ginjal menggunakan terapi kejut (shock wave) yang ditransmisi dari luar tubuh, terapi ini dapat berupa rawat jalan/one day care dan tidak memerlukan tindakan pembiusan total.

2.3       Dampak Metabolik Akibat Tindakan Medik Invasif
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa tindakan medis batu ginjal dibagi menjadi 2 yaitu tindakan invasif dan non invasif. Berikut ini dampak metabolik dari beberapa contoh tindakan invasif dan tindakan non invasif yaitu sbb:
1.      Tindakan invasif
a.       Hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan invasif yang sering dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik untuk mempertahankan pasien dalam keadaan relatif sehat. Penurunan respons imun dapat disebabkan keadaan uremia, defisiensi vitamin D, penimbunan besi yang berlebihan dan akibat tindakan hemodialisis itu sendiri.
Penurunan respons imun pada uremia disebabkan oleh penurunan fungsi fagositosis leukosit polimorfonuklear (PMN) dan monosit, serta penurunan aktivitas metabolik hexosemonophosphate shunt (HMS) yang diperlukan untuk memproduksi reactive oxygen spesies (ROS). Vitamin D berperan dalam perkembangan dan fungsi makrofag. Penimbunan besi yang berlebihan akan merangsang pertumbuhan bakteri dan meningkatkan virulensi bakteri.
Tindakan hemodialisis menyebabkan penurunan respons imun karena terjadinya neutropenia, limfositopenia dan hipokomplementemia yang terutama disebabkan pengaruh jenis membran dialyzer
b.      Pemberian obat-obatan
Salah satu penyebab gagal ginjal adalah konsumsi obat-obatan bebas tanpa memperhatikan risiko dan efek samping pada tubuh. Obat-obatan terutama obat anti sakit, obat pelangsing, dan juga jamu-jamuan di antaranya bisa merusak kerja ginjal. Bila pengobatan tidak dapat dilakukan secara konservatif maka perlu dilakukan cuci darah.
2.      Tindakan non invasif – ESWL
ESWL digunakan dalam pengobatan gagal ginjal karena dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.
Mesin ESWL ada yang low energy dan high energy. Pada Low energy menyebabkan efek samping yang ringan namun dibutuhkan lebih banyak treatments sebelum batu dipecahkan menjadi bagian bagian kecil.  9 dari 10 pasien yang memiliki batu ginjal <10 a="" banyak="" dan="" dilakuakn="" eswl="" gejala.="" menyisakan="" mm="" name="hw204259" nbsp="" tidak="">
Komplikasi ESWL : Nyeri yang disebabkan keluarnya pecahan batu melalui urine, Terhambatnya aliran urine sebagai akibat pecahan batu yang tidak dapat keluar, Pendarahan / hematuria.

2.4       Implikasi Dietetik pada Persiapan dan Pasca Tindakan Medik Invasif Batu Ginjal
Implikasi dietetik yang akan terjadi pada penderita gagal ginjal sebelum dilakukannya tindakan invasif yaitu terjadinya malnutrisi. Tujuan diet penyakit ginjal kronik adalah untuk:
1.      Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.
2.      Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia).
3.      Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
4.      Mencegah atau mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus.
Pembedahan pada dasarnya merupakan tindakan invasif yang akan merusak struktur jaringan tubuh, dimana pada masa setelah operasi terjadi suatu fase metabolisme baik anabolisme maupun katabolisme. Pasien yang menjalani operasi beresiko mengalami malnutrisi akibat menjalani puasa, stress operasi, dan peningkatan metabolisme yang terjadi.
Nutrisi perioperatif adalah  nutrisi yang diberikan pada pra bedah , durante, dan pasca bedah. Tujuan nutrisi perioperatif adalah  untuk mencapai hasil yang optimal dari operasi, dan mengurangi morbiditas operasi diantaranya  infeksi luka operasi, penyembuhan luka yang lambat, pneumonia, dan sepsis. Tujuan bantuan nutrisi pada pasien bedah adalah menyediakan kalori, protein, vitamin, mineral, dan trace element yang adekuat untuk mengkoreksi kehilangan komposisi tubuh dan untuk mempertahankan keadaan normal dari zat-zat gizi tersebut.
a.       Nutrisi pre bedah
Persiapan pre bedah penting sekali untuk memperkecil risiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan pre bedah. Dalam persiapan  inilah ditentukan adanya indikasi atau kontraindikasi operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah, dan ditetapkan waktu yang tetap untuk melaksanakan pembedahan. (jong,1997).
Pemberian diet pre bedah harus mempertimbangkan keadaan umum pasien, macam pembedahan (mayor atau minor), sifat operasi (segera atau elektif) dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pengkajian status gizi pre bedah sangat diperlukan untuk menentukan perlu tidaknya dukungan nutrisi, yang dapat berupa suplementasi nutrisi oral, enteral nutrisi maupun paranteral nutrisi. Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait dengan hipoalbuminemia adalah: hipermetabolisme akibat stress (penyakit, infeksi, tindakan medik dan bedah), pasien DM terutama dengan ulkus dan gangren, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit saluran cerna,
b.       Nutrisi pasca bedah
Diet Pasca Bedah atau opearsi adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam operasi atau pembedahan dan jenis penyakit penyerta. Waktu ketidakmampuan pasien setelah operasi atau pembedahan dapat diperpendek melalui pemberian zat gizi yang cukup. Hal yang juga harus diperhatikan dalam pemberian diet pasca operasi untuk mencapai hasil yang optimal adalah mengenai karakter individu pasien.
Tujuan Diet Pasca Bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut:
a.       Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein),
b.      Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain,
c.       Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Syarat Diet Pasca Bedah adalah memberikan makanan secara bertahap mulai dari ebntuk cair, saring, lunak dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung dari macam pembedahan dan keadaan pasien, seperti:
·         Pasca bedah minor →makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau normal.
·         Pasca bedah mayor →makanan diberikan secara hati-hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.
Pada umumnya, pemenuhan zat gizi pasien akan mengurangi waktu pemulihan atau penyembuhan, infeksi, dan komplikasi.
BAB III
PENUTUP

3.1       Simpulan
 Tindakan Invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh. Jadi, tindakan medis dapat dilakukan antara lain dengan tiga cara, yaitu:
1.      Penegakan diagnosa;
2.      Melakukan terapi (pengobatan),
3.      Melakukan tindakan invasif
Tindakan medis batu ginjal dibagi menjadi 2 yaitu tindakan invasif dan non invasif, berikut adalah contoh tindakan invasive dan non-invasif :
a.       Tindakan invasive
·         Hemodialisis
·         Pemberian obat-obatan
b.      Tindakan non invasive
·         ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Menurut studi yang dimuat dalam Journal of the American Society Nephrology (JASN), diet sehat yang mencakup banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, susu rendah lemak dan biji-bijian; membatasi asupan garam, daging merah dan daging olahan, serta mengurangi minuman yang manis merupakan cara efektif untuk mencegah terbentuknya batu ginjal.
c.           Saran
Batu ginjal termasuk satu jenis penyakit yang ditakuti lantaran nyeri yang luar biasa saat kambuh. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang terkena batu ginjal, seperti faktor umur, jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan kelainan metabolisme. Makanan yang tidak seimbang juga berperan menjadi pemicu timbulnya batu ginjal. Makanan kaya kalsium, oksalat, protein hewani, purin, dan garam merupakan makanan yang perlu dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

·         http://www.hukor.depkes.go.id/?art=52&set=0. Diakses   25 maret 2019
·         http://dc147.4shared.com/doc/3CHZr38Y/preview.html. Diakses 25 maret 2019.
·         http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-supriyanta-5290-3-babii.pdf . Diakses pada 25 maret 2019.
·         http://ritongadina.blogspot.com/gizi-pasca-operasi.html. Diakses 25 maret 2019.