Konseling
Gizi pada Remaja yang Suka Mengkonsumsi Gorengan dan Fast Food
BAB
I
PENDAHULUAN
Salah satu upaya
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individu/keluarga tentang gizi dapat
dilakukan melalui konseling gizi. Konseling gizi merupakan suatu bentuk
pendekatan yang digunakan dalam asuhan gizi untuk menolong individu dan
keluarga guna memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya dan
permasalahan yang dihadapi.
Selain untuk
meningkatkan pengetahuan tentang gizi, metode ini juga dapat membantu klien
untuk mengenali masalah kesehatan dan gizi yang dihadapi, membantu klien
memahami penyebab terjadinya masalah, mencari alternative pemecahan masalah,
memilih cara pemecahan masalah yang sesuai bagi dirinya, dan membantu proses
penyembuhan penyakit melalui perbaikan gizi klien.
Dewasanya, saat
ini peran konselor sangat dibutuhkan guna membantu klien untuk memahami masalahnya. Tidak hanya yang lanjut
usia, tapi remaja dan anak-anakpun terkadang rentan akan berbagai macam
penyakit dan penyertanya. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan lebih lanjut
dari aspek gizi. Dukungan positif dari keluargapun banyak mempengaruhi
keberhasilan konseling ini, terutama untuk mendukung pelaksanaan perubahan
makan klien dan memantau klien untuk tetap disiplin dan bertanggungjawab dalam
pelaksanaan kebiasaan pola makan yang benar.
Maka dari itu
konseling gizi memegang peranan penting bagi dunia kesehatan. Khususnya bagi
mereka yang peduli akan arti sehat yang sesungguhnya.
Masa remaja
merupakan periode pertumbuhan dan proses pematangan manusia. Pada masa ini
terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan meliputi perubahan fisik
dan mental. Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan mempengaruhi
status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan akan
menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi kurang maupun gizi lebih.
(Jeliffe, 1989).
Kehadiran
makanan cepat saji (fast food) dalam industri makanan Indonesia dapat
mempengaruhi pola makan remaja. Makanan cepat saji mengandung lemak, protein,
dan garam yang relatif tinggi dan jika dikonsumsi secara berkesinambungan dan
berlebihan dapat mengakibatkan masalah gizi lebih.
Gizi lebih pada
usia remaja dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik ataupun mental. Pola
makan yang tinggi kalori dan aktifitas fisik yang kurang diduga berperan
penting terhadap terjadinya peningkatan prevalensi obesitas. Obesitas remaja
dapat persisten menjadi obesitas pada dewasa yang dapat menyebabkan resiko
penyakit-penyakit degeneratif dan kardiovaskuler. Maka dari itu, konseling
dapat membantu mengatasi masalah remaja yang rentang akan resiko
penyakit-penyakit degeneratif dan kardiovaskuler akibat pola makan dan gaya
hidup yang tidak
1. Tujuan Penelitian
Untuk
menganalisis pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap), faktor
pendukung (uang saku, aktivitas), dan faktor pendorong (dukungan teman, promosi
makanan cepat saji) terhadap pola makan pada remaja.
2. Manfaat Penelitian
a.
Sebagai informasi bagi para
remaja agar senantiasa menjalani pola makan yang sehat.
b.
Sebagai informasi bagi pihak
keluarga dalam upaya meningkatkan kesadaran para remaja untuk melakukan pola
makan yang sehat.
3.
Bahan dan Alat
·
Bahan
1.
Materi gizi remaja
2.
Materi konsultasi
3.
Materi fastfood
4.
Makanan fastfood
5.
Makanan gorengan
·
Alat
1.
Konselor
2.
Klien
3.
Proyektor
4.
Laptop
5.
Alat tulis
6.
Meja
7.
Kursi
8.
Piring dan gelas
4.
Tahapan Konsultasi
1. Persiapan Konsultasi
·
Mempersiapkan materi tentang
fastfood
·
Mencari materi tentang gizi
remaja
·
Membuat alur cerita
konsultasi
·
Mencari konsep tata ruang
konsultasi
·
Mempersiapkan alat dan bahan
untuk dekorasi ruangan konsultasi
2. Perencanaan konsultasi
·
Merencanakan tata ruang
konsultasi
·
Menyusun tata ruang
konsultasi
·
Membagi peran sesuai
karakter yang dibutuhkan
3. Pelaksanaan Konsultasi
·
Konseling gizi pada remaja
yang suka mengkonsumsi fastfood
4. Evaluasi Konsultasi
·
Perubahan prilaku pada
remaja yang suka mengkonsumsi fastfood setelah
melakukan konsultasi
BAB
II
ISI
A. Materi Konsultasi
1. Definisi Konseling
Konseling merupakan suatu proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik
dengan panduan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang bertujuan untuk
membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi,
dan menentukan jalan keluar atau upaya mengatasi masalah tersebut. Tujuan dari konseling itu sendiri yaitu :
b. Pemenuhan
kebutuhan, menghilangkan perasaan yang menekan/ mengganggu.
2.
Pola Makan
Remaja
Masa
remaja merupakan periode pertumbuhan dan proses pematangan manusia. Kehadiran
makanan cepat saji (fast food) dalam industri makanan Indonesia dapat
mempengaruhi pola makan remaja. Biasanya remaja mempunyai aktivitas yang
tinggi, sehingga sering lupa makan, atau terlalu sering makan sambil ‘hang out’
di mall atau café, sehingga junk food merupakan makanan pilihan. Makanan cepat
saji mengandung lemak, protein, dan garam yang relatif tinggi dan jika
dikonsumsi secara berkesinambungan dan berlebihan dapat mengakibatkan masalah
gizi lebih.
Gizi
lebih pada usia remaja dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik ataupun
mental. Pola makan yang tinggi kalori dan aktifitas fisik yang kurang diduga
berperan penting terhadap terjadinya peningkatan prevalensi obesitas. Obesitas
remaja dapat persisten menjadi obesitas pada dewasa yang dapat menyebabkan
resiko penyakit-penyakit degeneratif dan kardiovaskuler.
Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education Authority (2002), usia
15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih menu makanan cepat saji.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa, pola makan ala barat dengan menu seperti hamburger, kentang goreng, kue pie,
sosis, daging merah, gandum olahan, makanan olahan dari susu lemak tinggi dan
beraneka saus bisa berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental remaja. Selain
itu kudapan dan minuman ringan tak sehat seperti soft drink, permen, chitato, bakso goreng dan lain-lain
sudah terlalu banyak dijual dipasaran dan terbiasa dikonsumsi sehari-hari.
Pada
anak remaja kudapan berkontribusi 30 % atau lebih dari total asupan kalori
remaja setiap hari. Kudapan ini sering mengandung tinggi lemak, gula dan
natrium dan dapat meningkatkan resiko kegemukan dan karies gigi. Oleh karena
itu, remaja harus didorong untuk lebih memilih kudapan yang sehat.
Gangguan
emosi merupakan sebab terpenting obesitas pada remaja. Pada anak yang bersedih
hati dan memisahkan diri dari lingkungannya timbul rasa lapar yang berlebihan
sebagai kompensasi terhadap masalahnya. Adakalanya kebiasaan makan yang
berlebihan ini akan berubah dengan menghilangnya gangguan emosi yang di
deritanya.
Selain
itu faktor yang turut berpengaruh terhadap pola makan pada remaja adalah faktor
aktivitas yang banyak dilakukan remaja diluar rumah membuat seorang remaja
sering dipengaruhi oleh rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi
didasarkan pada kandungan gizi, akan tetapi lebih untuk bersosialisasi dan
kesenangan.
3. Pengertian Makanan Fast Food
Makanan
Fast food sudah membayangi dunia sejak abad ke-19, bertepatan dengan
dimulainya babak baru dunia industri di dunia barat, ketika masyarakat
tradisional memasuki dunia kerja industri dengan kebiasaan yang baru pula.
Karena bentuk dari fast food yang instan, banyak hidangan fast
food yang merupakan junk food.
Banyak
orang yang salah persepsi akan definisi dari fast food dan junk
food. Pada dasarnya intilah dari fast food dan junk food amatlah berbeda.
Goreng-gorengan, snack, mie instan, atau makanan-makanan beku seperti ayam
olahan yang tinggal digoreng, merupakan beberapa contoh fast food yang
juga merupakan junk food.
Junk
food diambil dari Bahasa Inggris yang artinya makanan rongsokan atau
makanan sampah. Sampah yang dimaksud disini, tentu saja bukan bermakna sisa
makanan yang telah dibuang atau tidak terpakai kemudian dibuat makanan lagi. Namun,
lebih bermakna makanan yang tidak memiliki manfaat bagi tubuh kita.
Istilah junk food diberikan karena makanan-makanan tersebut tidak
memiliki nilai nutrisi yang baik untuk tubuh.
4. Kandungan Gizi Makanan Fast Food
Pada
makanan yang mempunyai "label" junk food, umumnya kandungan
vitamin, protein, atau mineralnya sangat sedikit. Makanan junk food mengandung
banyak sodium, saturated fat, dan kolesterol. Bila jumlah ini terlalu banyak di
dalam tubuh, maka akan menimbulkan banyak penyakit. Sodium tidak boleh terlalu
banyak terdapat di dalam tubuh. Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman
jumlahnya tidak boleh lebih dari 3300 miligram. Ini sama dengan 1 3/5 sendok
teh. Jika tidak, sodium dapat meningkatkan aliran dan tekanan darah sehingga
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi juga akan
berpengaruh munculnya gangguan ginjal, penyakit jantung, dan stroke.
Satured
fat berbahaya bagi tubuh karena zat tersebut merangsang organ hati untuk
memproduksi banyak kolesterol. Beberapa junk food juga mengandung
banyak gula, terutama gula buatan, yang dapat menyebabkan penyakit gula atau
diabetes, kerusakan gigi, dan obesitas. Junk food yang berbentuk
minuman bersoda, cake, dan cookies mengandung banyak gula dan
sangat sedikit mengandung vitamin dan mineral. Minuman bersoda mengandung
paling banyak gula, sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak boleh lebih dari
4 gram atau satu sendok teh sehari.
Tidak
semua fast food merupakan junk food. Makanan Jepang
seperti sushi, sashimi, jugasalad dan sandwich dengan
berbagai sayuran dan buah-buahan yang divariasikan juga merupakan fast
food, tapi bermanfaat dan memberikan nutrisi baik untuk tubuh.
Berikut
adalah 10 makanan junk food menurut World Health Organization
(WHO):
1) Gorengan
Didalam
gorengan mengandung kalori yang tinggi, serta kandungan lemak atau minyak dan
oksidanya tinggi. Bila dikonsumsi secara regular dapat menyebabkan kegemukan,
penyakit jantung koroner.
Dalam
proses menggoreng banyak terbentuk zat karsiogenik, dimana telah dibuktikan kecenderungan
kanker bagi mereka yang mengonsumsi makanan gorengan jauh lebih tinggi dari
yang tidak atau sedikit mengonsumsi makanan gorengan.
2) Makanan
kaleng
Makanan dalam bentuk kalengan aik yang
berupa buah kalengan atau daging kalengan, memiliki kandungan gizinya sudah
banyak dirusak, terlebih kandungan vitaminnya hampir seluruhnya dirusak.
Kandungan protein dalam makanan ini telah mengalami perubahan sifat hingga
penyerapannya diperlambat.
Selain itu banyak buah kalengan berkadar
gula tinggi dan diasup ke tubuh dalam bentuk cair sehingga penyerapannya sangat
cepat. Dalam waktu singkat dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat,
memberatkan beban pankreas. bersamaan dengan tingginya kalori dapat menyebabkan
obesitas.
3) Asinan
Dalam proses pengasinan dibutuhkan
penambahan garam secara signifikan. Pada penambahan garam ini dapat
mengakibatkan kandungan garam makanan tersebut melewati batas sehingga menambah
beban kerja pada ginjal.
Bagi pengonsumsi makanan asinan
tersebut, bahaya hipertensi pun dapat terjadi. Terlebih pada saat proses
pengasianan, sering ditambahkan amonium nitrit yang menyebabkan peningkatan
bahaya kanker hidung dan tenggorokan. Kadar garam yang tinggi dapat merusak
selaput lendir lambung sehingga menyebabkan terjadinya radang pada lambung dan
usus jika dikonsumsinya secara terus menerus.
4)
Makanan daging yang diproses (ham, sosis, dan
sebagainya)
Produk
setengah jadi seperti ham, sosis, dan lain sebagainya yang berbahan utama
daging mengandung garam nitrit yang dapat menyebabkan kanker juga mengandung
pengawet atau pewarna yang memberatkan beban hati.
5) Makanan dari daging berlemak dan jeroan
Didalam daging berlemak dan jeroan
mengandung protein yang baik, vitamin dan juga mineral. Akantetapi pada daging
tersebut mengandung lemak jenuh dan kolesterol yang merupakan salah satu
penyebab munculnya penyakit jantung.
Mengkonsumsi jeroan binatang dalam
jumlah banyak dan waktu yang cukup lama dapat menyebabkan penyakit jantung
koroner, dan tumor ganas (kanker usus besar), kanker payudara dan lainnya.
B. Teori yang Mendukung Perubahan Perilaku
Remaja yang Mengkonsumsi Fastfood
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007) perilaku dipengaruhi oleh
tiga faktor utama yaitu : faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor
pendorong. Faktor predisposisi adalah faktor pencetus timbulnya perilaku yang
berasal dari diri remaja sendiri seperti pengetahuan dan sikap remaja terhadap
pola makan yang baik. Faktor pendukung yaitu faktor yang mendukung timbulnya
perilaku, seperti uang saku dan tingkat aktivitas remajasiswi. Faktor pendorong
yaitu faktor yang memperkuat untuk berperilaku seperti dukungan teman dan
adanya promosi makanan cepat saji.
Para peneliti di
Rockefeller University telah menemukan bahwa makanan tinggi lemak dan gula
menyebabkan otak untuk melepaskan banyak bahan kimia kenikmatan yang sama yang
menghasilkan kecanduan narkoba, termasuk kortisol, galanin dopamin, dan
serotonin. Seiring waktu, konsumsi secara teratur dapat membuat junk food
ketidakseimbangan dalam kimia, menuntun kita untuk makan lebih banyak dan lebih
dalam rangka untuk mengembalikan tingkat normal.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://www.melindahospital.com/modul/user/detail_artikel.php?id=23_%3Ci%3EFast-Food%3C/i%3E-atau-%3Ci%3EJunk-Food-??%3C/i%3E. Diakses
25 Maret 2019
·
http://health.okezone.com/read/486/595275/10-makanan-junk-food-menurut-who-i. Diakses 25 Maret 2019